Gemericik air yang turun menghadirkan angan yang melukis senyummu. Kala itu.

Minggu, 22 Maret 2015

UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS) MATAKULIAH ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR



Ketentuan ;
a.      Ujian tengah semester bersifat text home
b.      Ujian dikerjakan dengan ditulis tangan dilembar jawaban kertas folio bergaris
c.       Pengumpulan naskah jawaban ujian dilakukan pada ketua kelas masing-masing


SOAL
1.      Jelaskan apa yang anda ketahui tentang tentang hakekat manusia sebagai makhluk individu, social dan budaya serta hubungan manusia dengan peradaban ?

2.      Ilmu Budaya Dasar bukanlah ilmu mengenai kebudayaan saja atau sejenisnya , melainkan ilmu yang di harapkan mampu menjadikan manusia yang mempelajari lebih berbudaya atau lebih manusiawi. Coba saudara jelaskan faktor yang paling utama dalam pembentukan manusia berbudaya ?

3.      Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya bangsa. Menurut saudara, bagaimanakah cara terbaik untuk melestarikan budaya bangsa yang positif dan menjadi identitas khas bangsa Indonesia yang tidak dimiliki oleh bangsa lain?

4.      Agama merupakan tali pengikat sosial masyarakat, tetapi agama dapat pula menjadi pemicu konflik di masyarakat. Apa pendapat saudara terhadap pernyataan tersebut?

5.       Dewasa ini wacana tentang globalisasi dan modernisasi, kedua isu ini dianggap sangat penting dalam perkembangan kebudayaan suatu daerah, namun globalisasi dan modernisasi memiliki dampak negative. Menurut pendapat saudara bagaimana cara untuk menghindari dampak negative dari globalisasi dan modernisasi ?


Sabtu, 07 Maret 2015

Makalah Al-Irsyad



A.    SEJARAH PERHIMPUNAN AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH
    Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyyah (Jam’iyat al-Islah wal Irsyad al-Islamiyyah) berdiri pada 6 September 1914 (15 Syawwal 1332 H). Tanggal itu mengacu pada pendirian Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah yang pertama, di Jakarta. Pengakuan hukumnya sendiri baru dikeluarkan pemerintah Kolonial Belanda pada 11 Agustus 1915. Tokoh sentral pendirian Al-Irsyad adalah Al-‘Alamah Syeikh Ahmad Surkati Al-Anshori, seorang ulama besar Mekkah yang berasal dari Sudan. Pada mulanya Syekh Surkati datang ke Indonesia atas permintaan perkumpulan Jami’at Khair yang mayoritas anggota pengurusnya terdiri dari orang-orang Indonesia keturunan Arab golongan sayyid, dan berdiri pada 1905. Nama lengkapnya adalah Syeikh Ahmad Bin Muhammad Assoorkaty Al-Anshary.
Al-Irsyad adalah organisasi Islam nasional. Syarat keanggotaannya, seperti tercantum dalam Anggaran Dasar Al-Irsyad adalah: “Warga negara Republik Indonesia yang beragama Islam yang sudah dewasa.” Jadi tidak benar anggapan bahwa Al-Irsyad merupakan organisasi warga keturunan Arab. Perhimpunan Al-Irsyad mempunyai sifat khusus, yaitu Perhimpunan yang berakidah Islamiyyah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, di bidang pendidikan, pengajaran, serta sosial dan dakwah bertingkat nasional. Perhimpunan ini adalah perhimpunan mandiri yang sama sekali tidak mempunyai kaitan dengan organisasi politik apapun juga, serta tidak mengurusi masalah-masalah politik praktis.
Syekh Ahmad Surkati tiba di Indonesia bersama dua kawannya yaitu Syeikh Muhammad Tayyib al-Maghribi dan Syeikh Muhammad bin Abdulhamid al-Sudani. Di negeri barunya ini, Syeikh Ahmad menyebarkan ide-ide baru dalam lingkungan masyarakat Islam Indonesia. Syeikh Ahmad Surkati diangkat sebagai Penilik sekolah-sekolah yang dibuka Jami’at Khair di Jakarta dan Bogor.
Berkat kepemimpinan dan bimbingan Syekh Ahmad Surkati, dalam waktu satu tahun, sekolah-sekolah itu maju pesat. Namun Syekh Ahmad Surkati hanya bertahan tiga tahun di Jami’at Khair karena perbedaan paham yang cukup prinsipil dengan para penguasa Jami’at Khair, yang umumnya keturunan Arab sayyid (alawiyin). Sekalipun Jami’at Khair tergolong organisasi yang memiliki cara dan fasilitas modern, namun pandangan keagamaannya, khususnya yang menyangkut persamaan derajat, belum terserap baik. Ini nampak setelah para pemuka Jami’at Khair dengan kerasnya menentang fatwa Syekh Ahmad tentang kafaah (persamaan derajat).
Karena tak disukai lagi, Syekh Ahmad memutuskan mundur dari Jami’at Khair, pada 6 September 1914 (15 Syawwal 1332 H). Dan di hari itu juga Syekh Ahmad bersama beberapa sahabatnya mendirikan Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah, serta organisasi untuk menaunginya, yaitu Jam’iyat al-Islah wal-Irsyad al-Arabiyah (kemudian berganti nama menjadi Jam’iyat al-Islah wal-Irsyad al-Islamiyyah).
Setelah tiga tahun berdiri, Perhimpunan Al-Irsyad mulai membuka sekolah dan cabang-cabang organisasi di banyak kota di Pulau Jawa. Setiap cabang ditandai dengan berdirinya sekolah (madrasah). Cabang pertama di Tegal (Jawa Tengah) pada 1917, dimana madrasahnya dipimpin oleh murid Syekh Ahmad Surkati angkatan pertama, yaitu Abdullah bin Salim al-Attas. Kemudian diikuti dengan cabang-cabang Pekalongan, Cirebon, Bumiayu, Surabaya, dan kota-kota lainnya.
Al-Irsyad di masa-masa awal kelahirannya dikenal sebagai kelompok pembaharu Islam di Nusantara, bersama Muhammadiyah dan Persatuan Islam (Persis). Tiga tokoh utama organisasi ini adalah Ahmad Surkati, Ahmad Dahlan, dan Ahmad Hassan (A. Hassan), sering disebut sebagai “Trio Pembaharu Islam Indonesia.” Mereka bertiga juga berkawan akrab. Malah menurut A. Hassan, sebetulnya dirinya dan Ahmad Dahlan adalah murid Syekh Ahmad Surkati, meski tak terikat jadwal pelajaran resmi. Namun demikian, menurut sejarawan Belanda G.F. Pijper, yang benar-benar merupakan gerakan pembaharuan dalam pemikiran dan ada persamaannya dengan gerakan reformisme di Mesir adalah Gerakan Pembaharuan Al-Irsyad. Sedang Muhammadiyah, kata Pijper, sebetulnya timbul sebagai reaksi terhadap politik pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu yang berusaha untuk menasranikan orang Indonesia.
Al-Irsyad juga berperan penting sebagai prakarsa Muktamar Islam I di Cirebon pada 1922, bersama Syarekat Islam dan Muhammadiyah. Sejak itu pula, Syekh Ahmad Surkati bersahabat dekat dengan H. Agus Salim dan H.O.S. Tjokroaminoto. Al-Irsyad juga aktif dalam pembentuan MIAI (Majlis Islam ‘A’laa Indonesia) di zaman pendudukan Jepang, Badan Kongres Muslimin Indonesia (BKMI) dan lain-lain, sampai juga pada Masyumi, Badan Kontak Organisasi Islam (BKOI) dan Amal Muslimin.





 

(1)     Abdul Aziz Thaba dan Affan Ghaffar. Dalam Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru. Jakarta: Gema Insai Press. 1996.

Selaku penganut paham Pan Islam, tentu Syekh Ahmad Surkati bertahan dengan Islamisme. Semaun berpendirian, hanya dengan komunisme lah Indonesia bisa merdeka. Dua jam perdebatan berlangsung, tidak ditemukan titik temu. Namun Syekh Ahmad Surkati ternyata menghargai positif pendirian Semaun. “Saya suka sekali orang ini, karena keyakinannya yang kokoh dan jujur bahwa hanya dengan komunisme lah tanah airnya dapat dimerdekakan!”
Peristiwa ini sekaligus membuktikan bahwa para pemimpin Al-Irsyad pada tahun 1922 sudah berbicara masalah kemerdekaan Indonesia!


B.     TOKOH-TOKOH DALAM AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH
Harun Ar-Rasyid lahir di Rayy pada tahun 763 (150 H) dan wafat pada tanggal 24 Maret 809, di Thus, Khurasan. Ar-Rasyid bernama Harun bin Muhammad Al-Mahdi bin Abdillah Al-Mansur. Ia adalah cucu pendiri kota Baghdad, Al-Mansur.
Harun Ar-Rasyid adalah kalifah kelima dari kekalifahan Abbasiyah dan memerintah antara 14 September 786 – 24 Maret 809 (15 Rabi’ul Awwal 170AH – 3 Jumada Ats-Tsani 193AH). Ayahnya bernama Muhammad Al-Mahdi, khalifah yang ketiga dan kakaknya, Musa Al-Hadi adalah kalifah yang keempat. Ibunya Jurasyiyah dijuluki Khayzuran berasal dari Yaman.
Meski berasal dari dinasti Abbasiyah, Harun Ar-Rasyid dikenal dekat dengan keluarga Barmaki dari Persia (Iran). Di masa mudanya, Harun banyak belajar dari Yahya ibn Khalid Al-Barmak.
Kuniyah Harun Ar-Rasyid adalah Abu Ja’far. Kuniyah adalah nama yang berawalan abu atau ummu. Adapun “Ar-Rasyid”, nama ini adalah julukan yang dikenakannya. Menjadi kelaziman di kalangan khalifah Bani Abbasiyah, seorang khalifah atau calon khalifah memiliki julukan masing-masing.
Harun Ar-Rasyid banyak memiliki kesamaan dengan kakeknya, Al-Mansur. Masing-masing mereka memiliki kesenangan mendengarkan riwayat-riwayat hadis. Baik Al-Mansur ataupun Ar-Rasyid, memiliki teman dari kalangan ahli hadits. Yang dimaksud ahli hadits adalah orang-orang yang mencari riwayat-riwayat hadis untuk diseleksi dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Biasanya, para pencari hadis itu menyampaikan hadis-hadis yang mereka peroleh dalam majelis-majelis tahdits.
Buku-buku sejarah mencatat bahwa pemerintahan Harun Ar-Rasyid adalah puncak keemasan kekhalifahan Bani Abbasiyah. Waktu itu, filsafat-filsafat Yunani belum mendominasi pemikiran para cendekiawan. Metode rasional seperti yang diajarkan Abu Hanifah sedikit banyak mendapat perhatian. Sementara itu, ilmu ushul fiqh mulai dikembangkan Imam Asy-Syafii.
Tetapi Harun Ar-Rasyid mati muda. Dalam suatu peperangan di Thus, Khurasan, pada 193 H, ajal menjemputnya. Waktu itu, usianya belum lagi 45 tahun. Dan betul, sepeninggalnya, pemerintahan Bani Abbasiyah mulai memasuki gerbang kemundurannya sampai akhirnya diserbu oleh orang-orang Mongol pada 1258 M.
Harun Ar-Rasyid sendiri banyak dihormati raja-raja Eropa. Mereka saling berkirim surat. Di antara mereka adalah Raja Charle Magne dan Ratu Irene. Bagi orang-orang Eropa, nama Harun Ar-Rasyid beserta Shalahuddin Al-Ayyubi dijajarkan dalam daftar raja-raja terkenal yang pernah ada di dunia ini.
Di masa pemerintahannya, beliau :
·      Mewujudkan keamanan, kedamaian serta kesejahteraan rakyat.
·      Membangun kota Baghdad dengan bangunan-bangunan megah.
·      Membangun tempat-tempat peribadatan.
·      Membangun sarana pendidikan, kesehatan, dan perdagangan.
·      Mendirikan Baitul Hikmah, sebagai lembaga penerjemah yang berfungsi sebagai perguruan tinggi, perpustakaan, dan penelitian.
·      Membangun majelis Al-Muzakarah, yakni lembaga pengkajian masalah-masalah keagamaan yang diselenggarakan di rumah-rumah, mesjid-mesjid, dan istana.
Era keemasan Islam (The Golden Ages of Islam) tertoreh pada masa ke pemimpinannya. Perhatiannya yang begitu besar terhadap kesejahteraan rakyat serta kesuksesannya mendorong perkembangan ilmu pengetahuan, tekonologi, ekonomi, perdagangan, politik, wilayah kekuasaan, serta peradaban Islam telah membuat Dinasti Abbasiyah menjadi salah satu negara adikuasa dunia di abad ke-8 M.
Harun Ar-Rasyid adalah Amir para Khalifah Abbasiyah. Dia adalah raja agung pada zamannya. Konon, kehebatannya hanya dapat dibandingkan dengan Karel Agung (742 M – 814 M) di Eropa. Pada masa kekuasaannya, Baghdad ibu kota Abbasiyah – menjelma menjadi metropolitan dunia. Jasanya dalam bidang ilmu pengetahuan dan peradaban hingga abad ke-21 masih dirasakan dan dinikmati masyarakat dunia.
Sejak belia, Harun Ar-Rasyid ditempa dengan pendidikan agama Islam dan pemerintahan di lingkungan istana. Salah satu gurunya yang paling populer adalah Yahya bin Khalid. Berbekal pendidikan yang memadai, Harun pun tumbuh menjadi seorang terpelajar. Harun Ar-Rasyid memang dikenal sebagai pria yang berotak encer, berkepribadian kuat, dan fasih dalam berbicara.
Ketika tumbuh menjadi seorang remaja, Harun Ar-Rasyid sudah mulai diterjunkan ayahnya dalam urusan pemerintahan. Kepemimpinan Harun ditempa sang ayah ketika dipercaya memimpin ekspedisi militer untuk menaklukkan Bizantium sebanyak dua kali. Ekspedisi militer pertama dipimpinnya pada 779 M – 780 M. Dalam ekspedisi kedua yang dilakukan pada 781-782 M, Harun memimpin pasukannya hingga ke pantai Bosporus. Dalam usia yang relatif muda, Harun Ar-Rasyid yang dikenal berwibawa sudah mampu menggerakkan 95 ribu pasukan beserta para pejabat tinggi dan jenderal veteran. Dari mereka pula, Harun banyak belajar tentang strategi pertempuran.
Sebelum dinobatkan sebagai khalifah, Harun didaulat ayahnya menjadi gubernur di As-Siafah tahun 779 M dan di Maghrib pada 780 M. Dua tahun setelah menjadi gubernur, sang ayah mengukuhkannya sebagai putera mahkota untuk menjadi khalifah setelah saudaranya, Al-Hadi. Pada 14 Septempber 786 M, Harun Ar-Rasyid akhirnya menduduki tahta tertinggi di Dinasti Abbasiyah sebagai khalifah kelima.
Harun Ar-Rasyid berkuasa selama 23 tahun (786 M – 809 M). Selama dua dasawarsa itu, Harun Ar-Rasyid mampu membawa dinasti yang dipimpinnya ke puncak kejayaan. Ada banyak hal yang patut ditiru para pemimpin Islam di abad ke-21 ini dari sosok raja besar Muslim ini. Sebagai pemimpin, dia menjalin hubungan yang harmonis dengan para ulama, ahli hukum, penulis, qari, dan seniman.
Ia kerap mengundang para tokoh informal dan profesional itu ke istana untuk mendiskusikan berbagai masalah. Harun Ar-Rasyid begitu menghargai setiap orang. Itulah salah satu yang membuat masyarakat dari berbagai golongan dan status amat menghormati, mengagumi, dan mencintainya. Harun Ar-Rasyid adalah pemimpin yang mengakar dan dekat dengan rakyatnya. Sebagai seorang pemimpin dan Muslim yang taat, Harun Ar-Rasyid sangat rajin beribadah. Konon, dia terbiasa menjalankan shalat sunat hingga seratus rakaat setiap harinya. Dua kali dalam setahun, khalifah kerap menunaikan ibadah haji dan umrah dengan berjalan kaki dari Baghdad ke Mekkah. Ia tak pernah lupa mengajak para ulama ketika menunaikan rukun Islam kelima. Jika sang khalifah tak berkesempatan untuk menunaikan ibadah haji, maka dihajikannya sebanyak tiga ratus orang di Baghdad dengan biaya penuh dari istana.
Masyarakat Baghdad merasakan dan menikmati suasana aman dan damai di masa pemerintahannya. Dalam menjalankan roda pemerintahan, Harun Ar-Rasyid tak mengenal kompromi dengan korupsi yang merugikan rakyat. Sekalipun yang berlaku korup itu adalah orang yang dekat dan banyak berpengaruh dalam hidupnya. Tanpa ragu-ragu Harun Ar-Rasyid memecat dan memenjarakan Yahya bin Khalid yang diangkatnya sebagai perdana menteri (wazir).
Harun pun menyita dan mengembalikan harta Yahya senilai 30,87 juta dinar hasil korupsi ke kas negara. Dengan begitu, pemerintahan yang dipimpinnya bisa terbebas dari korupsi yang bisa menyengsarakan rakyatnya. Pemerintahan yang bersih dari korupsi menjadi komitmennya. Konon, Harun Ar-Rasyid adalah khalifah yang berperawakan tinggi, bekulit putih, dan tampan. Di masa kepemimpinannya, Abbasiyah menguasai wilayah kekuasaan yang terbentang luas dari daerah-daerah di Laut Tengah di sebelah Barat hingga ke India di sebelah Timur. Meski begitu, tak mudah bagi Harun Ar-Rasyid untuk menjaga keutuhan wilayah yang dikuasainya.
Berbagai pemberontakan pun tercatat sempat terjadi di era kepemimpinannya. Pemberontakan yang sempat terjadi di masa kekuasaannya antara lain pemberontakan Khawarij yang dipimpin Walid bin Tahrif (794 M), pemberontakan Musa Al-Kazim (799 M), serta pemberontakan Yahya bin Abdullah bin Abi Taglib (792 M). Salah satu puncak pencapaian yang membuat namanya melegenda adalah perhatiannya dalam bidang ilmu pengetahuan dan peradaban. Di masa kepemimpinannya terjadi penerjemahan karya-karya dari berbagai bahasa.
Inilah yang menjadi awal kemajuan yang dicapai Islam. Menggenggam dunia dengan ilmu pengetahuan dan perabadan. Pada era itu pula berkembang beragam disiplin ilmu pengetahuan dan peradaban yang ditandai dengan berdirinya Baitul Hikmah – perpustakaan raksasa sekaligus pusat kajian ilmu pengetahuan dan peradaban terbesar pada masanya. Harun pun menaruh perhatian yang besar terhadap pengembangan ilmu keagamaan. Sang khalifah tutup usia pada 24 Maret 809 M pada usia yang terbilang muda 46 tahun. Meski begitu pamor dan popularitasnya masih tetap melegenda hingga kini. Namanya juga diabadikan sebagai salah satu tokoh dalam kitab 1001 malam yang amat populer. Pemimpin yang baik akan tetap dikenang sepanjang masa.






(2) Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam, Cet Vii. Jakarta: Raja Grapindo Persada. 2000.

C. ARAH PERJUANGAN DAN SIFAT IDEOLOGI AL-IRSYAD
Al-Irsyad, begitu lahir seketika terlibat dengan berbagai masalah diniyah. Ofensif Al-Irsyad kemudian telah menempatkannya sebagai pendobrak, hingga pembinaan organisasi agak tersendat. Al-Irsyad juga terlibat dalam permasalahan di kalangan keturunan Arab, hingga sampai dewasa ini ada salah paham bahwa Al-Irsyad merupakan organisasi para keturunan Arab.
Al-Irsyad juga berperan penting sebagai pemrakarsa Muktamar Islam I di Cirebon pada 1922, bersama Syarekat Islam dan Muhammadiyah. Sejak itu pula, Syekh Ahmad Surkati bersahabat dekat dengan H. Agus Salim dan H.O.S. Tjokroaminoto. Al-Irsyad juga aktif dalam pembentuan MIAI (Majlis Islam ‘A’laa Indonesia) di zaman pendudukan Jepang, Badan Kongres Muslimin Indonesia (BKMI) dan lain-lain, sampai juga pada Masyumi, Badan Kontak Organisasi Islam (BKOI) dan Amal Muslimin.
Di tengah-tengah suasana Muktamar Islam di Cirebon, diadakan perdebatan antara Al-Irsyad dan Syarekat Islam Merah, dengan tema: Dengan apa Indonesia ini bisa merdeka. Dengan Islamisme kah atau Komunisme?” Al-Irsyad diwakili oleh Syekh Ahmad Surkati, Umar Sulaiman Naji dan Abdullah Badjerei, sedang SI Merah diwakili Semaun, Hasan, dan Sanusi.
Selaku penganut paham Pan Islam, tentu Syekh Ahmad Surkati bertahan dengan Islamisme. Semaun berpendirian, hanya dengan komunisme lah Indonesia bisa merdeka. Dua jam perdebatan berlangsung, tidak ditemukan titik temu. Namun Syekh Ahmad Surkati ternyata menghargai positif pendirian Semaun. “Saya suka sekali orang ini, karena keyakinannya yang kokoh dan jujur bahwa hanya dengan komunisme lah tanah airnya dapat dimerdekakan!”. Peristiwa ini sekaligus membuktikan bahwa para pemimpin Al-Irsyad pada tahun 1922 sudah berbicara masalah kemerdekaan Indonesia!.
Seperti yang diajarkan Muhammad Abduh di Mesir, Al-Irsyad mementingkan pelajaran Bahasa Arab sebagai alat utama untuk memahami Islam dari sumber-sumber pokoknya. Dalam sekolah-sekolah Al-Irsyad dikembangkan jalan pikiran anak-anak didik dengan menekankan pengertian dan daya kritik. Tekanan pendidikan diletakkan pada tauhid, fikih, dan sejarah.
Sejak didirikannya, Al-Irsyad Al-Islamiyyah bertujuan memurnikan tauhid, ibadah dan amaliyah Islam. Bergerak di bidang pendidikan dan dakwah. Untuk merealisir tujuan ini, Al-Irsyad sudah mendirikan ratusan sekolah formal dan lembaga pendidikan non-formal di seluruh Indonesia. Dan dalam perkembangannya kemudian, kegiatan Al-Irsyad juga merambah bidang kesehatan, dengan mendirikan beberapa rumah sakit. Yang terbesar saat ini adalah RSU Al-Irsyad di Surabaya dan RS Siti Khadijah di Pekalongan. Tercatat banyak lulusan Al-Irsyad, baik dari kalangan keturunan Arab maupun non-Arab yang telah memainkan peran penting di berbagai bidang. Lulusan pribumi yang turut berperan penting dalam modernisme Islam di Indonesia antara lain:
1. Yunus Anis: Alumnus Al-Irsyad yang dikenal sebagai seorang pemimpin yang menonjol dari Gerakan Muhammadiyah. Ia mendapat kehormatan dijuluki “tulang punggung Muhammadiyah” karena pengabdiannya sebagai sekretaris jenderal di organisasi tersebut selama 25 tahun.
2. Prof. Dr. T.M. Hasby As-Shiddique: Putera asli Aceh, penulis terkenal dalam masalah hadist, tafsir, dan fikih Islam moderen. Guru besar di IAIN Yogyakarta ini bahkan pernah menjabat Rektor Universitas Al-Irsyad di Solo (sekarang sudah tutup).
3. Prof. Kahar Muzakkir: Berasal dari Yogyakarta. Lulus dari Madrasah Al-Irsyad, Kahar Muzakkir melanjutkan studinya di Dar al-Ulum di Kairo. Ia sangat aktif berjuang untuk kemerdekaan Indonesia dan termasuk penandatangan Piagam Jakarta 22 Juni 1945. Kemudian ia menjadi Rektor Universitas Islam Indonesia di Yogyakarta.
4. Muhammad Rasjidi: Menteri Agama Republik Indonesia yang pertama, berasal dari Yogyakarta. Ia pernah menjadi professor di McGill University di Montreal, Kanada, dan juga mengajar di Universitas Indonesia, Jakarta. Semasa hidupnya menulis banyak buku.
5. Prof. Farid Ma’ruf: Asli Yogyakarta, profesor di IAIN, yang juga salah satu tokoh besar Muhammadiyah di awal-awal berdirinya. Lulusan Madrasah Al-Irsyad ini sempat menjabat Direktur Jenderal Urusan Haji di Departemen Agama.
6. Al-Ustadz Umar Hubeis: Jabatan pertamanya adalah sebagai Direktur Madrasah Al-Irsyad Surabaya. Di waktu yang bersamaan ia aktif di Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia). Umar Hubeis bahkan pernah menjadi anggota DPR mewakili Masyumi. Ia juga menjadi professor di Universitas Airlangga, Surabaya. Semasa ia hidupnya beliau juga menulis beberapa buku, terutama fikih. Yang terkenal adalah Kitab FATAWA.
7. Said bin Abdullah bin Thalib al-Hamdani: Lulusan Al-Irsyad Pekalongan ini sangat menguasai fikih dan menjadi professor di Fakultas Syariah IAIN Yogyakarta. Ia juga menulis buku-buku fikih. Di kalangan cendekiawan dan intelektual Islam Indonesia, ia dijuluki Faqih Al-Irsyadiyin (cendekiawan terkemuka di bidang hokum Islam dari Al-Irsyad). Sayang kebanyakan bukunya yang umumnya ditulis dalam bahasa Arab, belum diterjemahkan.
8. Abdurrahman Baswedan: Pendiri Partai Arab Indonesia (PAI) dan aktifis Masyumi ini pernah menjadi Wakil Menteri Penerangan RI.
Namun perkembangan Al-Irsyad yang awalnya naik pesat, kemudian menurun drastis bersamaan dengan masuknya pasukan pendudukan Jepang ke Indonesia. Apalagi setelah Syekh Ahmad Surkati wafat pada 1943, dan revolusi fisik sejak 1945. Banyak sekolah Al-Irsyad hancur, diporak-porandakan Belanda karena menjadi markas laskar pejuang kemerdekaan. Sementara beberapa gedung milik Al-Irsyad yang dirampas Belanda, sekarang berpindah tangan, tanpa bisa diambil lagi oleh Al-Irsyad.
Sampai pada tahun 1985, Al-Irsyad tinggal memiliki 14 cabang, yang seluruhnya berada di Jawa. Namun berkat kegigihan para aktifisnya yang sudah menyebar ke seluruh pelosok Nusantara, Al-Irsyad berkembang kembali, sejak 1986. Puluhan cabang baru berdiri. Dan kini tercatat sekitar 130 cabang, dari Sumatera ke Papua.
Di awal berdirinya di tahun 1914, Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyyah dipimpin oleh ketua umum Salim Awad Balweel. Dalam Muktamar terakhir di Bandung (2000), yang dibuka Presiden Abdurrahman Wahid di Istana Negara pada 3 Juli 2000, terpilih Ir. H. Hisyam Thalib sebagai ketua umum baru, menggantikan H. Geys Amar SH yang telah menjabat posisi itu selama empat periode (1982-2000).
Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyyah memiliki empat organ aktif yang menggarap segmen anggota masing-masing. Yaitu Wanita Al-Irsyad, Pemuda Al-Irsyad, Puteri Al-Irsyad, dan Pelajar Al-Irsyad. Peran masing-masing organisasi yang tengah menuju otonomisasi ini (sesuai amanat Muktamar 2000), cukup besar bagi bangsa. Pemuda Al-Irsyad misalnya, ikut aktif menumpas pemberontakan G-30-S PKI bersama komponen bangsa lainnya. Sedang Pelajar Al-Irsyad termasuk salah satu eksponen 1966 yang ikut aktif melahirkan KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia).
Di luar empat badan otonom tersebut, Al-Irsyad Al-Islamiyyah memiliki majelis-majelis, yaitu Majelis Pendidikan & Pengajaran, Majelis Dakwah, Majelis Sosial dan Ekonomi, Majelis Awqaf dan Yayasan, dan Majelis Hubungan Luar Negeri. Di luar itu ada pula Lembaga Istisyariyah, yang beranggotakan tokoh-tokoh senior Al-Irsyad dan kalangan ahli).



(3) Dewan Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam, Jilid I. Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve. 1993.
D.    AJARAN-AJARAN AL-IRSYAD
Hakekat Al-Irsyad Organisasi ini menamakan dirinya sebagai perhimpunan yang bertujuan memurnikan pemahaman tauhid ibadah dan amaliyah Islam dan bergerak dalam bidang pendidikan pengajaran kebudayaan dan dakwah Islam serta kemasyarakatan berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah guna mewujudkan pribadi Muslim dan masyarakat Islam menuju keridhoan Allah SWT.
Mabadi’ Al-Irsyad:
·            Memahami ajaran Islam dari Al-Qur’an dan As-Sunnah dan bertahkim kepadanya.
·            organisasi dan administrasi modern yg bermanfaat bagi pribadi dan ummat materiil dan spiritual.
·            Bergerak dan berjuang secara terampil dan dinamis dengan pengorganisasian dan koordinasi yang baik bersama-sama organisasi-organisasi lain dengan cara ukhuwah Islamiyah dan setia kawan serta saling bantu dalam memperjuangkan cita-cita Islam yang meliputi kebenaran kemerdekaan keadilan dan kebajikan serta keutamaan menuju keridhoan Allah.
·            Beriman dengan aqidah Islamiyah yang berdasarkan naskah-naskah kitab Al-Qur’an dan Sunnah yang sahih terutama bertahud kepada Allah yg bersih dari syirik takhayul dan khurafat.
·            Beribadah menurut tuntunan kitabullah dan sunnah rasul-Nya bersih dari bid’ah.
·            Berakhlak dengan adab susila yang luhur moral dan etik Islam serta menjauhi adat istiadat moral dan etik yg bertentangan dengan Islam.
·            Memperluas dan memperdalam ilmu pengetahuan untuk kesejahteraan duniawi dan ukhrawi yang diridhoi Allah SWT.
·            Meningkatkan kehidupan dan penghidupan duniawi pribadi dan masyarakat selama tidak diharamkan oleh Islam dengan naskah serta mengambil faedah dari segala alat dan cara teknis.
Perjuangan dan cita-cita Al-Irsyad serta keyakinannya dapat dilihat dalam apa yang disebut “Pedoman Asasi Al-Irsyad” yaitu Perkembangan oganisasi Al-Irsyad kurang begitu pesat jika dibandingkan dengan organisasi yang lahir jauh sesudahnya seperti Muhammadiyah dan NU. Hal ini bisa dilihat karna kebanyakan para pengurus dan pendukung organisasi ini adalah dari kalangan keturunan Timur Tengah . Adanya jarak antara masyarakat keturunan Arab dengan pribumi menyebabkan sosialisasi organisasi ini kurang menyentuh atau melebar ke masyarakat pribumi.Dilihat dari pergerakan keorganisasiannya Al-Irsyad lebih cenderung penekanannya dalam bidang sosial pendidikan. Mengenai masalah perpolitikan organisasi ini cenderung bersifat netral atau kurang menyentuhnya sehingga pada hal-hal yg justru mengandung nilai perjuangan yang tinggi yaitu perjuangan untuk umat Islam dapat menjalankan syari’atnya dengan kafah di negara RI kurang mendapat respon.
Hal ini tidak jauh berbeda dengan organisasi-organisasi keagamaan Islam besar lainnya sepeti NU dan Muhamadiyah yang cenderung menerima Pancasila sebagai satu-satunya dasar atau asas negara RI dan UUD 1945 sebagai sumber dari segala sumber hukum dengan alasan tidak ada larangan menjalankan kebebasan agama di dalamnya. Sementara perjuangan penegakkan syari’at Islam di Indonesia sebagian besar hanya dilakukan oleh tokoh-tokoh dan kaum militan Islam dan sayangnya kelompok ini adl kelompok minoritas. Memang jika dalam pemahaman yang netral universal Pancasila itu sendiri dilihat dari redaksionalnya telah mewadahi berbagai umat beragama dan kepercayaan untuk melaksanakan sesuai keyakinannya tetapi sesungguhnya yang terjadi selama ini adalah pemahaman yang secara sepihak dibiaskan oleh pemerintah menurut pemahamannya sehingga pelaksanaan “Kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya” sebagai nilai yang terkandung didalam sila pertama Pancasila tidak pernah terwujud dengan menyeluruh.
Yang terwujud hanyalah masalah hukum-hukum seperti pernikahan waris dan sejenisnya yang belum menyentuh kepada hukum-hukum yang lebih jauh yang telah sedemikian detail ada dalam hukum syara’. Belum lama terdapat suatu kejadian yang mungkin menjadi sejarah yang penting bagi pelaksanaan hukum-hukum syari’at Islam di Indonesia tatkala kelompok Laskar Jihad pinpinan Ja’far Umar Thalib di Maluku menerapkan pelaksanaan hukum rajam bagi pelaku zina sesuai syarat-syarat yang telah ditentukan menurut syara’. Di sini seharusnya peran pemerintah sebagai fasilitator. Dimana ada rakyatnya yang dengan suka rela mau menggunakan hukum syari’at Islam sebagai keyakinannya maka pemerintah tidak perlu menghalanginya karna itu adalah keyakinan agamanya yang telah dijamin kebebasannya dalam Pancasila. Tetapi dalam kenyataannya pimpinan Laskar Jihad itu ditangkap dan dipojokkan, kecuali jika si pelaku kejahatan itu tidak mau dan berlindung kepada hukum negara barulah negara turut campur didalamnya.
Maka dalam hal ini para ulama telah lepas dan bebas dari kewajibannya menjalankan hukum fardu kifayah kepada si pelaku zina tersebut dengan beralihnya permasalahan hukum ke tangan pemerintah atas dasar tidak ada paksaan di dalam agama Islam. Jikalau pemerintah memiliki alasan kuat karna belum adanya undang-undang yang secara khusus mengatur hal itu disitulah kesalahan yang fundamental. Hal ini karna mengesampingkan pemasalahan dasar kehidupan beragama dan bernegara dan lebih mementingkan ekonomi dan duit yang terbukti di jaman reformasi sekarang ini duit dan kekayaan hanya lari pada segolongan atau segelintir orang sementara kebanyakan rakyat menderita kemiskinan pengangguran dan krisis sosial yg berat. Kesenjangan sosial yang dahsyat ini sesungguhnya mengandung ancaman yang sangat besar terhadap potensi perpecahan. Akibat dari dasar pengaturan kehidupan sosial ekonomi keagamaan, kenegaraan dan tata kehidupan internasional yang tidak jelas inilah sumber dari segala sumber mala petaka. Hukum fardu kifayah umat untuk umat Islam di Indonesia dapat menjalankan syariat secara kaffah kepada tiap orang yang mengaku bersungguh-sungguh memeluk agama Islam selama perjuangan itu belum terwujud.

E.        PENDIDIKAN SEKOLAH DI AL-IRSYAD
Al-Irsyad membagi jenjang pendidikannya sebagai berikut:
·         Awwaliyyah untuk 3 tahun pelajaran.
·         Ibtidaiyyah untuk 4 tahun pelajaran dimana kedua jenjang pendidikan ini merupakan pendidikan tingkat pemula atau dasar.
·         Tajhiiziyyah untuk 2 tahun pelajaran yang merupakan jenjang lanjutan atau menengah.
·         Mu’allimin utk 4 tahun pelajaran yang mengarahkan murid-murid untuk langsung mengajar sebagai asisten.
·         Terakhir adalah Takhassus untuk masa 2 tahun pelajaran yaitu spesialisasi yang dipilih siswa.
Penjenjangan itu pada mulanya dilaksanakan pada kelas-kelas belum pada sekolah artinya seluruhnya dalam satu sekolah dan satu bangunan. Ini disebabkan karna beragamnya siswa dilihat dari segi usia masing-masing. Siswa yang tingkat kecerdasannya tinggi bisa saja dalam waktu singkat dipindahkan ke kelas yang jenjangnya lebih tinggi. Dengan demikian seluruh jenjang itu tidak harus ditempuh siswa selama 13 tahun.Pada dasarnya di sekolah Al-Irsyad itu diajarkan pelajaran bahasa Arab sebagai mata pelajaran terpenting sebagai alat utama untuk memahami Islam dari sumber-sumber pokoknya. Selain itu tekanan pendidikan juga diarahkan kepada pelajaran Tauhid fiqh dan sejarah. Secara umum dapat disimpulkan bahwa pendidikan di Al-Irsyad merupakan sarana pembentuk watak cita-cita dan kemauan serta mengarahkannya kepada ajaran yang benar dari Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pembaharuan yang memiliki pengaruh jangka panjang sesuai dgn konsepsi Muhammad Abduh.
Tercatat sebagai tokoh-tokoh pendidikan yg terkenal yg menjadi pengajar pada Madrasah Al-Irsyad adalah
·         Sayyid Muhammad Alattas lulusan Cairo.
·         Syaikh Muhammad Al-Madani lulusan Al-Azhar Cairo.
·         Syaikh Abu Zayd Al-misri lulusan Al-Azhar Cairo .
·         Syaikh Ahmad Surkati lulusan darul Ulum Makkah.
·         Syaikh Ahmad Al-Aqib Al-Anshari lulusan Al-Azhar Cairo .
·         Abul Fadhel Sati Al-Anshary lulusan College Gordon Sudan .
·         Muhammad Al-Hasyimi lulusan AZ-Zaitun Tunisia .
·         Syaikh Hasan Hamid Al-Anshary lulusan Syari’ah Wad-diin Sudan .
·         Syaikh Muhammad Nur Al-Anshary lulusan Syari’ah Wad-diin Sudan .
·         Syaikh Hasan Abu Ali Ats Tsiqah lulusan Darul ‘Ulum Makkah.
Sutan Abdul Hamid guru bahasa Arab dan sederetan nama-nama besar lainnya.

F.     DAERAH PENYEBARAN
Pada tanggal 29 Agustus 1917 Al-Irsyad membuka cabangnya yang pertama di Tegal dengan diketuai oleh Ahmad Ali Baisa, pada 20 Nopember 1917 disahkan keputusan pembukaan cabang Al-Irsyad yang kedua yaitu di Pekalongan dengan ketua pertama kalinya Said bin Salim Sahaq. Cabang Al-Irsyad yang ketiga dibuka di Bumiayu pada tangal 14 Oktober 1918 dengan ketuanya yang pertama Husein bin Muhammad Alyazidi. Pada tanggal 31 Oktober 1918 Al-Irsyad membuka cabangnya yang ke empat di Cirebon dengan ketua petamanya Ali Awad Baharmuz.
Pada 21 Januari 1919 dibuka cabang ke lima di Surabaya. Pembukaan cabang di Surabaya ini dinilai sebagai peristiwa amat penting dalam sejarah Al-Irsyad karna kedudukan nya di Surabaya waktu itu sebagai pusat kegiatan pergerakan Islam dan tempat berdomisilinya para pemuka masyarakat Muslimin pada waktu itu. Cabang ini pertama kalinya diketuai oleh Muhammad bin Rayis bin Thaib.Dari tahun 1927 sampai dengan tahun 1931 telah tercatat bedirinya cabang-cabang Al-Irsyad di Lhoseumawhe Menggala Sungeiliat Labuan Haji dan Talewang, Pamekasan, Probolinggo, Krian, Jombang, Bangil dan sepanjang Semarang, Comal Pemalang, Purwoketo, Indramayu, Cibadak, Sindanglaya, dan Solo sampai tahun 1970-an Al-Irsyad telah tersebar cabangnya sampai ke seluruh provinsi Sulawesi Utara dan sampai sekarang pada umumnya tiap provinsi telah berdiri cabang Al-Irsyad.




(4) Louis Gottschalk. Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Notosusanto. Jakarta: Gramedia. 1985.
G.       KARYA-KARYA AL-IRSYAD
Al-Irsyad dikenal sebagai kelompok pembaharu Islam di Nusantara, mulai membuka sekolah dan cabang-cabang organisasi di banyakkota di PulauJawa. Kemudian diikuti dengan cabang-cabang Pekalongan, Cirebon, Bumiayu, Surabaya, dan kota-kota lainnya. Al-Irsyad juga merambah bidang kesehatan, dengan mendirikan beberapa rumah sakit. Yang terbesar saat ini adalah RSU Al-Irsyad di Surabaya dan RS Siti Khadijah di Pekalongan. Dalam perkembangannya kemudian, kegiatan Al-Irsyad juga merambah bidang kesehatan, dengan mendirikan beberapa rumah sakit; yang terbesar saat ini adalah RS Al-Irsyad di Surabaya dan RS Siti Khadijah di Pekalongan. Sedangkan di bidang dakwah dan penerangan, usaha dan pengembangan yang dilakukan Al-Irsyad antaranya adalah: membina anggota dan masyarakat menjadi khaira ummah dengan mengefektifkan peran mubaligh; melakukan pengkaderan ulama melalui pendidikan tinggi baik di dalam maupun di luar negeri; penyelenggaraan dan pengembangan majelis taklim sebagai majelis ilmu dan dakwah; intensifikasi dakwah di daerah-daerah terpencil yang rawan karena masalah tekanan ekonomi dan keterbelakangan pendidikan, menghidupkan media massa (media tertulis) dengan misi dakwah sebagai sarana komunikasi dan penyuluh umat. Berdasarkan data yang ada, menurut K.H. Abdullah Mubarak al-Jaidi (Ketua Umum Al-Irsyad Periode 2007-2012), organisasi yang dipimpinnya saat ini telah memiliki 134 cabang seluruh Indonesia, 23 wilayah propinsi, 250 sekolah, 5 pesantren mandiri, ada sejumlah rumah sakit, dan dalam waktu dekat juga akan dibangun Sekolah Tinggi Dakwah Al-Irsyad.
Untuk lebih mendinamisasikan gerak dan langkah organisasi serta berperan aktif dalam pemberdayaan masyarakat, dalam kepengurusannya Al-Irsyad membentuk majelis-majelis yang mempunyai fungsi yang berbeda-beda, antara lain majelis pendidikan dan pengajaran, majelis dakwah, majelis sosial dan ekonomi, majelis wakaf dan yayasan, majelis wanita dan putri, majelis pemuda dan pelajar, majelis organisasi dan kelembagaan, majelis hubungan luar negeri.
Patut digaris bawahi bahwa dalam penyebaran gagasan atau pemikirannya, Al- Irsyad lebih memfokuskan pada upaya perbaikan dan pelayanan pendidikan. Ini biasa dilihat dari pembukaan sekolah Al-Isyad yang didukung oleh pemuka-pemuka arab. Terutama Syaikh Umar Manggus, yang saat itu menjabat sebagai kapten arab. Tokoh ini yang memberi saran agar didirikan suatu perkumpulan untuk menunjang sekolah yang didirikan oleh Syeikh Ahmad Surkati tersebut. Atas dukungan itu,berdirilah sekolah ”Jam’iyyah Al Ishlah Wa Al Irsyad Al Islamiyyah”. Agar kehadirannya tidak terkesan hanya diperuntukkan bagi orang arab, maka beberapa waktu kemudian namanya diubah menjadi ”Jam’iyyah Al- Irsyad Al-Islamiyyah”.Yang selanjutnya dikenal dengan nama Al- Irsyad, Al- Irsyad beranggotakan semua orang islam yang berumur 18 tahun atau yang telah beristri dan tingggal di wilayah Indonesia.
           
Periode perkembangan Al- Irsyad ditandai dengan pembukaan cabang-cabang Al -Irsyad dengan prioritas pertama pulau Jawa. Pada tanggal 29 Agustus 1917 Al-Irsyad membuka cabang yang pertama di Tegal, dengan diketahui oleh Ahmad Ali Bais. Pada tanggal 20 November 1917 di resmikan pula keputusan untuk pembukaan cabang Al -Irsyad kedua, yaitu di Pekalongan dengan ketua pertama kalinya Said Bin Salaim Sahaq, cabang Al Irsyad ketiga dibuka di Bumiayu pada tanggal 14 Oktober 1918, dengan ketuanya yang pertama adalah Husein Bin Muhammad Al Yazidi pada tanggal 31 Oktober 1918 Al Irsyad membuka cabang ke empat di cerebon, dengan ketua pertamanya Ali Awad Baharmuz. Tanggal 21 Januari 1919, dibuka cabang ke lima disurabaya. pembukaan cabang di Surabaya ini di nilai sebagai peristiwa amat penting dalam sejarah Al- Irsyad, karena kedudukan Surabaya waktu ini sebagai pusat kegiatan pergerakan islam dan tempat berdomisilinya para pemuka masyarakat muslim pada waktu itu. Cabang ini pertama kalinya diketuain oleh Muhammad bin Rayis bin Thaib.
Pada periode berikutnya, setelah pulau jawa, Al irsyad semakin melebarkan sayapnya keluar jawa. Dari tahun 1927 sampai dengan tahun 1931 telah tercatat berdirinya cabang-cabang Al irsyad di lhokseumawhe Aceh, Menggala Lampung, Sungeiliat Bangka, Labuan Haji dan Talewang Nusa Tenggara Barat, Pemekasan, Probolinggo, Krian, Jombang, Bangil, Sepanjang, Semarang, Comal, Pemalang, Prowokerto, Indramayu, Cibadak, Sindang laya, dan Solo. Sampai tahun 1970-an, cabang Al-Irsyad telah tersebar di seluruh propinsi Sulawesi Utara dan sekarang, hampir di setiap propinsi di Indonesian telah berdiri cabang Al-Irsyad.
Di masing-masing cabang tersebut, didirikan pusat pendidikan bagi warga Al-Irsyad khususnya, dan masyarakat. Luas pada umumnya.oleh pendirinya, ahmad Surkati pendidikan formal dipilih sebagai wahana yang tepat untuk menyemaikan dan mengembangkan gagasan-gagasan Al-Irsyad sebagaimana telah dicanangkan dalam Mabadi Al-Irsyad.
Konsistensi dan fokus gerakan terhadap bidang pendidikan formal tampaknya tetap mampu dipertahankan hingga saat ini kiprah al irsyad lebih banyak di fokuskan kepada pengembangan pendidikan formal yang di harapkan mampu membentuk generasi irsyadi.
Jika diklasifikasikan,
maka akan terlihat perbedaan perkembangan pendidikan al irsyad dari setiap periode, periode 1914 sampai dengan 1942 menunjukan adanya perkembangan yang cukup pesat, namun pada periode 1942-1961 terjadi kemunduran. Barulah pada periode 1961-1982, pendidikan Al-Irsyad mengalami kebangkitan kembali dengan ditandai pendirian sekolah-sekolah Al- Irsyad di beberapa daerah di tanah air . Perkembangan yang cepat terjadi pada periode 1982-1997. Pada periode ini Al- Irsyad masih dan berhasil mendirikan lembaga pendidikan berupa pesantren dan perguruan tinggi.
Terdapat keunikan dari pengembangan pendidikan Al-Irsyad, yaitu dengan didirikannya pesantren pada tahun 80-an. Jika pada kelompok tradisional (Nahdlatul Ulama) muncul trend mengembangkan pendidikan dengan mendirikan sekolah-sekolah umum dan madrasah maka tidak demikian dengan ormas Al Irsyad (dan juga muhammdiyah) yang justru mendirikan pesantren, karena didorong oleh kesadaran perlunya memberikan perhatian yang besar pada aspek pendidikan agama. Namun demikian, tipologi pesantren Al Irsyad tetap memiliki perbedaan dengan pesantren milik ormas itu.
Jika pesantren itu didirikan oleh perorangan, maka pesantren Al Irsyad didirikan oleh Jam’iyyah (Organisasi), dengan manajement pesantren yang tidak bersifat kekeluargaan. Kitab-kitab yang diajarkan di pesantren Al Irsyad, meskipun sama-sama berbahasa arab, namun tidak tergolong kitab kuning seperti yang diajarkan di pesantren-pesantren itu. Kitab-kitab tersebut ditulis oleh para ulama komtemporer di timur tengah. Lebih dari itu, kesan lux juga terlihat pada pesantren-pesantren milik Al Irsyad, jika dibandingkan dengan pesantren – pesantren tradisional, akibatnya biaya pendidikan pun mahal.
Kerjasama antara Al-Irsyad dengan organisasi Modernis Islam lainnya terus Berlanjut pada kongres Al-Islam ke-1 di Cirebon pada tahun 1922, kongres Al-Islam ke-2 tahun 1923 di Garud, kongres ke-3 di Surabaya tahun 1924, kongres Al-Islam ke-4 di Yogyakarta tahun 1925, kongres Al-Islam ke-5 di Bandung tahun 1926 (Hussein Banjerei, 1996:114). Al-Irsyad juga menjalin kerjasama dengan gerakan-gerakan Islam lain dalam majelis islam A’la Indonesia MIAL.




(5) Nurcholis Madjid. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Paramadina. 1992.
(6) Samuel P. Huntington. Benturan Antar Peradaban dan Masa Depan Politik Dunia, Terj. Yogyakarta: Qalam. 2000.
KESIMPULAN
Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyyah (Jam’iyat al-Islah wal Irsyad al-Islamiyyah) berdiri pada 6 September 1914 (15 Syawwal 1332 H). Al-Irsyad adalah organisasi Islam nasional. Syarat keanggotaannya, seperti tercantum dalam Anggaran Dasar Al-Irsyad adalah: “Warga negara Republik Indonesia yang beragama Islam yang sudah dewasa.” Al-Irsyad di masa-masa awal kelahirannya dikenal sebagai kelompok pembaharu Islam di Nusantara, bersama Muhammadiyah dan Persatuan Islam (Persis). Tiga tokoh utama organisasi ini adalah Ahmad Surkati, Ahmad Dahlan, dan Ahmad Hassan (A. Hassan), sering disebut sebagai “Trio Pembaharu Islam Indonesia.” Al-Irsyad mementingkan pelajaran Bahasa Arab sebagai alat utama untuk memahami Islam dari sumber-sumber pokoknya. Sejak didirikannya, Al-Irsyad Al-Islamiyyah bertujuan memurnikan tauhid, ibadah dan amaliyah Islam. Bergerak di bidang pendidikan dan dakwah.