Gemericik air yang turun menghadirkan angan yang melukis senyummu. Kala itu.

Sabtu, 07 Maret 2015

Manusia Sebagai Makhluk Sosial



Bab I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Seperti yang kita telah ketahui bahwa manusia merupakan makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang paling sempurna dari makhluk lainnya. Dengan segala kelebihan yang dimilikinya, manusia memiliki kedudukan atau derajat yang lebih tinggi dari makhluk lainnya. Manusia juga disertai akal, pikiran, perasaan sehingga manusia dapat memenuhi segala keinginannya. Kesempurnaan yang dimiliki oleh manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah dimuka bumi ini. Manusia hidup di bumi ini tidaklah sendirian, dan manusia diciptakan tidak hanya satu. Maka dari itu manusia dituntut untuk hidup bermasyarakat.
Manusia dalam hidup bermasyarakat, akan saling berhubungan dan saling membutuhkan satu sama lain. Kebutuhan itulah yang dapat menimbulkan suatu proses interaksi sosial. Maryati dan Suryawati (2003) menyatakan bahwa, Interaksi sosial adalah kontak atau hubungan timbal balik atau interstimulasi dan respons antar individu, antar kelompok atau antar individu dan kelompok. Interaksi positif hanya mungkin terjadi apabila terdapat suasana saling mempercayai, menghargai, dan saling mendukung. Karena adanya interaksi sosial, maka manusia disebut sebagai makhluk sosial.
Sedangkan pengertian makhluk sosial menurut Aristoteles, seorang ahli fikir yunani adalah manusia yang berhubungan secara timbal balik dengan manusia lain dan tidak akan pernah bisa melepaskan diri dari pengaruh orang lain, Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya. Selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Dimana habitat manusia sebagai makhluk sosial?
2.      Bagaimana peran manusia sebagai makhluk sosial?
3.      Bagaimana dilema manusia dalam kepentingan individu dan kepentingan sosial?
4.      Bagaimana hakikat manusia sebagai makhuk sosial?

1.3  Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui habitat manusia sebagai makhluk sosial
2.      Untuk mengetahui peran manusia sebagai makhluk sosial
3.      Untuk mengetahui dilema antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat
4.      Untuk mengetahui hakikat manusia sebagai makhuk sosial


Bab II
PEMBAHASAN

2.1  Habitat Manusia Sebagai Makhluk Sosial
2.1.1 Definisi Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Makhluk sosial menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah manusia yang berhubungan secara timbal balik dengan manusia yang lain. lain dengan Elly M. Setiadi makhluk sosial adalah makhluk yang dalam hidupnya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh orang lain. Makhluk sosial adalah manusia membutuhkan orang lain dan lingkungan berarti membutuhkan lingkungan sosial sebagai salah satu habitatnya, setiap manusia saling membutuhkan satu sama lainnya untuk bersosialisasi dan berinteraksi.  Manusia pun berlaku sebagai makhluk sosial yang saling berhubungan dan keterkaitannya dengan lingkungan dan tempat tinggalnya.
Manusia bertindak sosial dengan cara memanfaatkan alam dan lingkungan untuk menyempurnakan serta meningkatkan kesejahteraan hidupnya demi kelangsungan hidup sejenisnya. Selama manusia hidup ia tidak akan lepas dari pengaruh masyarakat, di rumah, di sekolah, dan di lingkungan yang lebih besar manusia tidak lepas dari pengaruh orang lain.

2.2  Peran Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Manusia sebagai pribadi yang berhakikat sosial. Artinya, manusia akan senantiasa dan selalu berhubungan dengan orang lain. Manusia tidak mungkin hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Fakta ini memberikan kesadaran akan “ketidakberdayaan” manusia dalam memenuhi kebutuhan sendiri.
Kebutuhan akan orang lain dan interaksi sosial membentuk kehidupan berkelompok pada manusia. Berbagai tipe kelompok sosial tumbuh seiring dengan kebutuhan manusia untuk saling berinteraksi.
Dalam berbagai kelompok sosial ini, manusia menumbuhkan norma-norma pengaturannya. Terdapat norma-norma sosial sebagai pedoman bertingkah laku bagi manusia dalam kelompoknya. Norma-norma tersebut adalah.
a.       Norma agama, yaitu norma yang bersumber dari Tuhan diperuntukkan bagi umat-Nya. Norma agama berisi perintah agar dipatuhi dan larangan agar dijauhi. Norma ini ada dalam ajaran-ajaran agama.
b.      Norma kesusilaan atau moral, yaitu norma yang bersumber dari hati nurani manusia untuk mengajak pada kebaikan dan menjauhi keburukan. Norma moral bertujuan agar manusia berbuat baik secara moral.
c.       Norma kesopanan atau adat, yaitu norma yang bersumber dari masyarakat dan berlaku terbatas pada lingkungan masyarakat tersebut. Norma ini dimaksudkan untuk menciptakan keharmonisan hubungan sesama.
d.      Norma hukum, yaitu norma yang dibuat masyarakat secara resmi yang pemberlakuannya dapat dipaksakan. Norma hukum berisi perintah dan larangan. Norma ini juga dimuat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang bersifat tertulis.
Manusia dalam kelompok sosialnya, misalnya hidup bernegara, terikat pada norma-norma sebagai hasil interaksi dari manusia itu sendiri. Keterkaitan kepada norma termasuk pula keterikatan untuk menghargai adanya orang lain. Jadi jika dalam dimensi individu, muncul hak-hak dasar manusia maka dalam dimensi sosial ini, muncul kewajiban dasar manusia. Kewajiban dasar manusia adalah menghargai hak dasar orang lain serta menaati norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Berdasarkan hal diatas, maka manusia sebagai makhluk sosial memiliki implikasi sebagai berikut.
a.         Kesadaran atas “ketidakberdayaan” manusia bila seorang diri.
b.        Kesadaran untuk senantiasa dan harus berinteraksi dengan orang lain.
c.         Penghargaan akan hak-hak orang lain.
d.        Ketaatan terhadap norma-norma yang berlaku. 
e.         Perilaku manusia mengharapkan suatu penilaian dari orang lain.
f.         Potensi manusia akan berkembang apabila ia hidup di tengah-tengah manusia.
Keberadaannya sebagai makhluk sosial, menjadikan manusia melakukaan peran-peran sebagai berikut.
a.         Melakukan interaksi dengan manusia lain atau kelompok
b.        Membentuk kelompok-kelompok sosial.
c.         Menciptakan norma-norma sosial sebagai pengaturan tertib kehidupan berkelompok.

2.3  Dilema Antara Kepentingan Individu dan Kepentingan Masyarakat
Dilema antara kepentingan individu dan kepentingan bermasyarakat adalah dilema yang dialami oleh setiap orang. Sebagian besar dari mereka pasti memiliki pertanyaan, kepentingan mana yang harus saya utamakan? Kepentingan saya sebagai individu atau kepentingan masyarakat tempat saya hidup bersama?
Persoalan pengutamaan kepentingan individu atau masyarakat dapat memunculkan dua pandangan yang saling bertolak belakang. Kedua pandangan ini justru berkembang menjadi paham atau aliran bahkan ideologi yang dipegang oleh suatu kelompok masyarakat. Pandangan tersebut adalah sebagi berikut.
1.              Pandangan Individualisme
Individualisme berpangkal dari konsep dasar ontologis bahwa manusia pada hakikatnya adalah makhluk individu yang bebas. Paham ini memandang manusia sebagai makhluk pribadi yang utuh dan lengkap terlepas dari manusia yang lain. Manusia sebagai individu adalah bebas, karena itu mereka memiliki hak-hak yang tidak boleh dihalangi oleh siapa pun. Apabila hak-hak tersebut terpenuhi, maka kehidupan manusia akan terjamin dan bahagia. Masyarakat hanyalah kumpulan dari individu-individu. Jika individu-individu itu hidupnya bahagia dan sejahtera, maka masyarakatpun akan sejahtera.
Pandangan individualisme berpendapat bahwa kepentingan individulah yang harus diutamakan. Kesejahteraan individu merupakan nilai kebaikaan tertinggi yaang harus diperjuangkan melalui persamaan dan nilai kebebasan. Jadi, yang menjadi sentral individualisme adalah kebebasan seorang individu untuk merealisasikan dirinya. Paham individualisme menghasilkan ideologi liberalisme. Paham ini bisa disebut juga ideologi individualisme liberal.
Liberalisme berasal dari kata liber artinya bebas atau merdeka. Liberalisme adalah suatu paham yang ditegakkan kebebasan setiap individu serta memandang setiap individu berada pada posisi yang sederajat dalam kemerdekaan dan hak-hak miliknya. Liberalisme menolak segala pengekangan terhadap individu. Liberalisme memberi kebebasan manusia untuk beraktivitas dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup, baik dalam bidang politik, ekonomi dan sosial budaya.
Beberapa prinsip yang dikembangkan ideologi liberalisme adalah sebagai berikut.
a.       Penjaminan hak milik perorangan. Menurut paham ini, pemilikan sepenuhnya berada pada pribadi dan tidak berlaku hak milik berfungsi sosial.
b.      Mementingkan diri sendiri atau kepentingan individu yang bersangkutan. Prinsip ini juga mengandung pengertian membiarkan setiap orang untuk melakukan berbagai aktivitas untuk kepentingan sendiri. Pemenuhan akan kepentingan sendiri-sendiri diyakini akan membawa kemakmuran bersama.
c.       Pemberian kebebasan penuh pada individu. Individu adalah primer, sedangkan masyarakat adalah sekunder. Bila individu mendapat kebebasan dan kepuasan, maka masyarakat akan mendapat kemakmuran.
d.      Persaingan bebas untuk mencapai kepentingan masing-masing.
Liberalisme dalam bidang politik menghasilkan demokrasi politik, kebebasan berbicara, berpendapat, berserikat, dan perlunya jaminan hak asasi manusia. Liberalisme dalam bidang ekonomi menghasilkan kapitalisme dan pasar bebas. Sedangkan liberalisme dalam bidang sosial budaya adalah kebebasan individu untuk mengekspresikan sikap, perilaku, seni, dan budayanya. Kebebasan dalam rangka pemenuhan kebutuhan diri bisa menimbukan persaingan dan dinamika kebebasan antarindividu. Menurut paham liberalisme, kebebasan antarindividu tersebut bisa diatur melalui penerapan hukum. Jadi, negara yang menjamin keadilan dan kepastian hukum mutlak diperlukan dalam rangka mengelola kebebasan agar tetap menciptakan penyelenggaraan hidup bersama.
2.              Pandangan Sosialisme
Pandangan ini menyatakan bahwa kepentingan   masyarakatlah yang diutamakan. Masyarakat tidak sekadar kumpulan dari individu, masyarakat merupakan entitas yang besar dan berdiri sendiri dimana individu-individu itu berada. Individu dan kepribadiannya dianggap sebagai alat dari mesin raksasa masyarakat. Menurut pandangan sosialis, hak-hak individu sebagai hak dasar hilang. Hak-hak individu timbul karena keanggotaannya dalam suatu komunitas atau kelompok. Individu terikat pada komitmen suatu kelompok. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pandangan sosialisme bertolak belakang dengan pandangan individualisme.
Sosialisme mementingkan masyarakat secara keseluruhan. Kepentingan masyarakatlah yang utama, bukan individu. Sosialisme adalah paham yang mengharapkan terbentuknya masyarakat yang adil, selaras, bebas, dan sejahtera bebas dari penguasaan individu atas hak milik dan alat-alat produksi.
Dalam sejarahnya, sosialisme muncul sebagai reaksi atas paham individualis liberalisme. Kebebasan individu yang diyakini dapat memaksimalkan pemenuhan kesejahteraan ternyata banyak menimbulkan ketidakadilan antarindividu itu sendiri. Individu yang memiliki kemampuan bisa sejahtera, tetapi individu yang tidak mampu akan tetap miskin dan semakin tersisih. Dengan demikian, dalam masyarakat timbul ketidakadilan dan kesenjaangan. Kelompok masyarakat seperti anak-anak, wanita, buruh, para pekerja hanya dieksploitasi oleh orang-orang yang mampu, terutama yang menguasai hak milik dan alat produksi dalam suatu masyarakat. Sosialisme muncul dengan maksud kepentingaan masyarakat secara keseluruhan terutama yang tersisih oleh sistem liberalisme, mendapat keadilan, kebebasan, dan kesejahteraan.
Untuk meraih hal tersebut, sosialisme berpandangan bahwa hak-hak individu harus diletakkan dalam kerangka kepentingan masyarakat yang lebih luas. Masyarakat yang lebih penting dari individu. Dalam sosialisme yang radikal/ekstrem, cara untuk meraih hal itu adalah dengan menghilangkan hak pemilikan dan penguasaan alat-alat produksi oleh perorangan.
Jika kita simak lebih jauh, kedua pandangan di atas mempunyai kelemahan masing-masing. Kebebasan perseorangan yang merupakan inti dari ajaran individualisme liberal dalam pelaksanaannya justru mengingkari asas ajarannya sendiri yaitu persamaan. Individualisme liberal dapat menimbulkan ketidakadilan, berbagai bentuk tindakan tidak manusiawi, imperialisme, dan kolonialisme baik dalam bentuk lama maupun baru. Persaingan bebas akan memunculkan kesenjangan antara orang kaya dan orang miskin. Liberalisme memang menguntungkan bagi kehidupan politik, tapi tidak untuk lapangan ekonomi dan sosial.
Dalam negara Indonesia yang berfalsafah pancasila, hakikat manusia dipandang memiliki sifat pribadi dan sosial secara seimbang. Menurut pandangan pancasila, manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Hal ini tidak hanya menggabungkan dua pandangan (individualisme dan sosialisme), tapi secara hakikat bahwa kedudukan manusia sebagai makhluk individu sekaligus sosial. Frans Magnis Suseno (2001), menyatakan bahwa manusia adalah individu yang secara hakiki bersifat sosial dan sebagai individu manusia yang bermasyarakat.

2.4   Hakikat Manusia Sebagai Makhuk Sosial
Hakikat manusia sebagai makhluk sosial telah dicantumkan dalam al-qur’an surat Al-Hujurat ayat 13:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِن اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌّ
Artinya :
 “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”[1]َ
Hakikat manusia sebagai makhluk sosial, berinteraksi dengan manusia lain tercantum dalam alqur’an surat Ar-Rum ayat 22 sebagai berikut:
وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَانِكُمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِلْعَالِمِينَ
(الروم : 22)
“ Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yangi mengetahu”i.[2][14]
  
Allah menciptakan manusia dari seorang laki-laki (Adam) dan seorang perempuan (Hawa), dan menjadikannya berbangsa-bangsa, bersuku-suku, dan berbeda-beda warna kulit bukan untuk saling mencemoohkan, tetapi untuk saling mengenal dan menolong.[3][17]

Terdapat beberapa unsur hakikat manusia yang terdiri  dari hal-hal berikut.
1.      Susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga.
2.      Sifat kodrat terdiri atas makhluk individu dan sosial.
3.      Kedudukan kodrat terdiri atas makhluk berdiri sendiri dan makhluk Tuhan.
Berdasarkan pembedaan demikian maka manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial adalah hakikat manusia berdasarkan sifat-sifat kodrat yang melekat pada dirinya. Berdasarkan unsur hakikat tersebut, Notonagoro (1975) mengatakan bahwa setiap individu dan makhluk sosial merupakan sifat kodrat manusia.
Manusia sebagai makhluk individu tidak mampu hidup sendiri. Dia dalam menjalani hidupnya akan senantiasa bersama dan bergantung pada manusia lain. Manusia saling membutuhkan dan harus bersosialisasi dengan manusia lain. Hal ini disebabkan  manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya tidak dapat dipenuhi sendiri. Mereka bergabung membentuk kelompok-kelompok dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan tujuan hidup tersebut. Dalam hal ini, manusia sebagai individu memasuki kehidupan bersama dengan individu lain.
Sejak manusia dilahirkan, dia membutuhkan pergaulan dengan orang lain terutama dalam hal kebutuhan makan dan minum. Pada usia bayi, dia sudah menjalin hubungan terutama dengan ayah dan ibu dalam bentuk senyuman, gerakan, dan kata-kata. Pada usia 4 tahun, dia mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya dan melakukan kontak sosial. Pada usia-usia selanjutnya, dia terikat dengan norma-norma pergaulan dengan lingkungan yang semakin luas. Manusia hidup dalam lingkungan sosialnya.
Berdasarkan proses diatas, manusia lahir dengan keterbatasan, dan secara naluriah manusia membutuhkan hidup dengan manusia lain. Manusia sejak lahir dipelihara dan dibesarkan dalam suatu masyarkat dalam lingkup terkecil yaitu keluarga. Keluarga terbentuk karena adanya pergaulan antaranggota sehingga dapat dikatakan bahwa keluarga juga merupakan kebutuhan manusia.
Aristoteles (384-322 SM) seorang ahli filsafat Yunani kuno menyatakan dalam ajarannya, bahwa manusia adalah zoon politicon artinya manusia sebagai makhluk, pada dasarnya selalu ingin bergaul dengaan masyarakat. Karena sifatnya yang ingin bergaul satu sama lain, maaka manusia disebut sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai individu mempunyai kehidupan jiwa yang menyendiri, namun manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Manusia lahir, hidup berkembang, dan meninggal dunia dalam masyarakat. Sebagai individu, manusia tidak dapat mencapai segala sesuatu yang diinginkan dengan mudah tanpa bantuan orang lain.
Adapun yang menyebaabkan manusia selalu hidup bermasyarakat adalah adanya dorongan kesatuan biologis yang terdapat dalam naluri manusia, misalnya.
a.       Hasrat untuk memenuhi keperluan makan dan minum.
b.      Hasrat untuk membela diri.
c.       Hasrat untuk mengadakan keturunan.
Adapun insting yang sudah ada pada diri manusia sejak dia dilahirkan. Kebutuhan akan makanan dan minuman merupakan kebutuhan primer bagi segala makhluk hidup termasuk hewan dan manusia. Dalam usaha mendapatkan kebutuhan tersebut, manusia membutuhkan orang lain. Hidup sendiri akan menimbulkan kesulitan,  segala hal akan lebih mudah jika dikerjakan bersama-sama.
Dalam kenyataannya, ketika kita sering melihat orang memburu hewan, menangkap ikan, bercocok tanam yang dilakukan secara bersama-sama. Bermula dari keinginan untuk mencapai kemudahan hidup, maka timbullah suatu dorongan untuk hidup bersama dalam masyarakat. Sejak manusia dilahirkan, dia mempunyai dua keinginan pokok yaitu keinginan untuk menjadi satu dengan manusia di sekitarnya dan keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekitarnya.
Manusia sebagai makhluk sosial adalah manusia yang senantiasa hidup dengan manusia lain. Dia tidak dapat merealisasikan potensi hanya dengan dirinya sendiri. Manusia akan membutuhkan manusia lain untuk hal tersebut, termasuk dalam mencukupi kebutuhannya.
Sebagaimana telah dikemukakan diatas bahwa kelompok masyarakat pertama adalah keluarga. Keluarga merupakan lingkungan manusia yang pertama dan utama. Dalam keluarga itulah manusia menemukan kodratnya sebagai makhluk sosial. Karena dalam lingkungan tersebut dia untuk pertama kali berinteraksi dengan orang lain. Kelompok berikutnya adalah kelompok pertemanan, pergaulan, kelompok kerja, dan masyarakat secara luas. Secara politik, kehidupan berkelompok manusia dimulai dari keluarga, marga, suku, bangsa, Negara, bahkan masyarakat secara internasional.
Paham yang mengembangkan pentingnya aspek sosial kehidupan manusia adalah sosialisme. Sosialisme memberi nilai lebih pada manusia sebagai makhluk sosial. Sosialisme merupakan reaksi atas sistem liberalisme yang dilahirkan oleh paham individualisme. Adanya persaingan bebas dalam kapitalisme akan menindas orang-orang yang tidak memiliki modal dan orang-orang miskin. Dalam sistem ekonomi sosialis, setiap orang memiliki hasilnya sesuai karyanya. Negara tidak hanya bersifat pasif memberi kesempatan berusaha, tetapi juga aktif mengusahakan keadilan dan kesejahteraan terutama bagi masyarakat miskin dan tidak memiliki modal yang cukup.

Bab III
PENUTUP
3.1     Kesimpulan
Manusia sebagai makhluk sosial adalah manusia yang senantiasa hidup dengan manusia lain. Dia tidak dapat merealisasikan potensi hanya dengan dirinya sendiri. Manusia akan membutuhkan manusia lain untuk hal tersebut, termasuk dalam mencukupi kebutuhannya. Manusia memanfaatkan alam dan lingkungan untuk menyempurnakan serta meningkatkan kesejahteraan hidupnya demi kelangsungan hidup sejenisnya dengan bantuan manusia lain. Peran manusia dalam kehidupan sehari-hari meliputi:
a.         Melakukan interaksi dengan manusia lain atau kelompok
b.        Membentuk kelompok-kelompok sosial.
c.         Menciptakan norma-norma sosial sebagai pengaturan tertib kehidupan berkelompok.
Menurut pandangan pancasila, manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Hal ini tidak hanya menggabungkan dua pandangan (individualisme dan sosialisme), tapi secara hakikat bahwa kedudukan manusia adalah sebagai individu yang secara hakiki bersifat social dan sebagai individu manusia yang bermasyarakat.
Dalam keluarga manusia menemukan kodratnya sebagai makhluk sosial. Karena dalam lingkungan tersebut dia untuk pertama kali berinteraksi dengan orang lain. Kelompok berikutnya adalah kelompok pertemanan, pergaulan, kelompok kerja, dan masyarakat secara luas. Secara politik, kehidupan berkelompok manusia dimulai dari keluarga, marga, suku, bangsa, Negara, bahkan masyarakat secara internasional.

3.2    Saran
Kita sebagai manusia yang tidak bisa hidup tanpa orang lain harus mempelajari hakikat sebagai makhluk social agar kita mampu menempatkan diri pada lingkungan yang tepat, sehingga tercipta kehidupan yang sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di masyarakat.


[1][11] Departemen agama, Al-qur’an dan tafsir Departemen Agama RI,2009,(Tanpa Kota, Departemen agama). Hal 409
[2][14] Ahmad Muhammad Yusuf  Ensiklopedi Tematis Ayat Al-qur’an dan Hadits, 2009 (Jakarta, Widya cahaya),  Jilid 5 hal 419
[3][17] Ibid, yusuf 419

Tidak ada komentar:

Posting Komentar