Bab I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seperti
yang kita telah ketahui bahwa manusia merupakan makhluk Tuhan Yang Maha Esa
yang paling sempurna dari makhluk lainnya. Dengan segala kelebihan yang
dimilikinya, manusia memiliki kedudukan atau derajat yang lebih tinggi dari
makhluk lainnya. Manusia juga disertai akal, pikiran, perasaan sehingga manusia
dapat memenuhi segala keinginannya. Kesempurnaan yang dimiliki oleh manusia
merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah dimuka
bumi ini. Manusia hidup di bumi ini tidaklah sendirian, dan manusia diciptakan
tidak hanya satu. Maka dari itu manusia dituntut untuk hidup bermasyarakat.
Manusia
dalam hidup bermasyarakat, akan saling berhubungan dan saling membutuhkan satu sama lain. Kebutuhan itulah yang dapat menimbulkan suatu proses
interaksi sosial. Maryati dan Suryawati (2003) menyatakan bahwa, Interaksi
sosial adalah kontak atau hubungan timbal balik atau interstimulasi dan respons
antar individu, antar kelompok atau antar individu dan kelompok. Interaksi
positif hanya mungkin terjadi apabila terdapat suasana saling mempercayai, menghargai,
dan saling mendukung. Karena adanya interaksi sosial, maka manusia disebut
sebagai makhluk sosial.
Sedangkan
pengertian makhluk sosial menurut Aristoteles, seorang ahli fikir yunani adalah
manusia yang berhubungan secara timbal balik
dengan manusia lain dan tidak akan pernah bisa melepaskan diri dari pengaruh
orang lain, Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan
dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa
berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi
kemanusiaannya. Selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang
berkembang serta dapat dikembangkan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Dimana habitat manusia sebagai makhluk sosial?
2. Bagaimana peran manusia sebagai makhluk sosial?
3. Bagaimana dilema manusia dalam kepentingan individu dan kepentingan
sosial?
4. Bagaimana hakikat manusia sebagai makhuk sosial?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui habitat manusia sebagai makhluk sosial
2. Untuk mengetahui peran manusia sebagai makhluk sosial
3. Untuk mengetahui dilema antara kepentingan individu dan kepentingan
masyarakat
4. Untuk mengetahui hakikat manusia sebagai makhuk sosial
Bab II
PEMBAHASAN
2.1 Habitat Manusia Sebagai Makhluk Sosial
2.1.1 Definisi Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Makhluk sosial menurut
kamus besar bahasa Indonesia adalah manusia yang berhubungan secara timbal
balik dengan manusia yang lain. lain dengan Elly M. Setiadi makhluk sosial
adalah makhluk yang dalam hidupnya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh
orang lain. Makhluk sosial adalah
manusia membutuhkan orang lain dan lingkungan berarti membutuhkan lingkungan
sosial sebagai salah satu habitatnya, setiap manusia saling membutuhkan satu
sama lainnya untuk bersosialisasi dan berinteraksi. Manusia pun berlaku
sebagai makhluk sosial yang saling berhubungan dan keterkaitannya dengan
lingkungan dan tempat tinggalnya.
Manusia bertindak sosial dengan cara memanfaatkan alam dan
lingkungan untuk menyempurnakan serta meningkatkan kesejahteraan hidupnya demi
kelangsungan hidup sejenisnya. Selama manusia hidup ia tidak akan lepas dari
pengaruh masyarakat, di rumah, di sekolah, dan di lingkungan yang lebih besar manusia
tidak lepas dari pengaruh orang lain.
2.2 Peran Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Manusia sebagai pribadi yang berhakikat sosial. Artinya, manusia
akan senantiasa dan selalu berhubungan dengan orang lain. Manusia tidak mungkin
hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Fakta ini memberikan kesadaran akan
“ketidakberdayaan” manusia dalam memenuhi kebutuhan sendiri.
Kebutuhan akan orang lain dan interaksi sosial membentuk kehidupan
berkelompok pada manusia. Berbagai tipe kelompok
sosial tumbuh seiring dengan kebutuhan manusia untuk saling berinteraksi.
Dalam berbagai kelompok sosial ini, manusia menumbuhkan norma-norma
pengaturannya. Terdapat norma-norma sosial sebagai pedoman bertingkah laku bagi
manusia dalam kelompoknya. Norma-norma tersebut adalah.
a.
Norma
agama, yaitu norma yang bersumber dari Tuhan diperuntukkan bagi umat-Nya. Norma
agama berisi perintah agar dipatuhi dan larangan agar dijauhi. Norma ini ada dalam ajaran-ajaran agama.
b.
Norma kesusilaan atau moral, yaitu norma
yang bersumber dari hati nurani manusia untuk mengajak pada kebaikan dan
menjauhi keburukan. Norma moral bertujuan agar manusia berbuat baik secara
moral.
c.
Norma kesopanan atau adat, yaitu norma yang
bersumber dari masyarakat dan berlaku terbatas pada lingkungan masyarakat
tersebut. Norma ini dimaksudkan untuk menciptakan keharmonisan hubungan sesama.
d.
Norma hukum, yaitu norma yang dibuat
masyarakat secara resmi yang pemberlakuannya dapat dipaksakan. Norma hukum
berisi perintah dan larangan. Norma ini juga dimuat dalam berbagai peraturan
perundang-undangan yang bersifat tertulis.
Manusia dalam kelompok sosialnya, misalnya
hidup bernegara, terikat pada norma-norma sebagai hasil interaksi dari manusia
itu sendiri. Keterkaitan kepada norma termasuk pula keterikatan untuk
menghargai adanya orang lain. Jadi jika dalam dimensi individu, muncul hak-hak dasar
manusia maka dalam dimensi sosial ini, muncul kewajiban dasar manusia.
Kewajiban dasar manusia adalah menghargai hak dasar orang lain serta menaati
norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Berdasarkan hal diatas, maka manusia
sebagai makhluk sosial memiliki implikasi sebagai berikut.
a.
Kesadaran atas “ketidakberdayaan” manusia
bila seorang diri.
b.
Kesadaran untuk senantiasa dan harus
berinteraksi dengan orang lain.
c.
Penghargaan akan hak-hak orang lain.
d.
Ketaatan terhadap norma-norma yang berlaku.
e.
Perilaku manusia mengharapkan suatu penilaian dari orang
lain.
f.
Potensi manusia akan berkembang apabila ia hidup di
tengah-tengah manusia.
Keberadaannya sebagai makhluk sosial, menjadikan manusia melakukaan
peran-peran sebagai berikut.
a.
Melakukan interaksi dengan manusia lain
atau kelompok
b.
Membentuk kelompok-kelompok sosial.
c.
Menciptakan norma-norma sosial sebagai
pengaturan tertib kehidupan berkelompok.
2.3 Dilema Antara Kepentingan Individu dan Kepentingan Masyarakat
Dilema antara kepentingan individu dan kepentingan bermasyarakat
adalah dilema yang dialami oleh setiap orang. Sebagian besar dari mereka pasti
memiliki pertanyaan, kepentingan mana yang harus saya utamakan? Kepentingan
saya sebagai individu atau kepentingan masyarakat tempat saya hidup bersama?
Persoalan pengutamaan kepentingan individu atau masyarakat dapat
memunculkan dua pandangan yang saling bertolak belakang. Kedua pandangan ini
justru berkembang menjadi paham atau aliran bahkan ideologi yang dipegang oleh
suatu kelompok masyarakat. Pandangan tersebut adalah sebagi berikut.
1.
Pandangan
Individualisme
Individualisme
berpangkal dari konsep dasar ontologis bahwa manusia pada hakikatnya
adalah makhluk individu yang bebas. Paham ini memandang manusia sebagai makhluk
pribadi yang utuh dan lengkap terlepas dari
manusia yang lain. Manusia sebagai individu adalah bebas, karena itu mereka
memiliki hak-hak yang tidak boleh dihalangi oleh siapa pun. Apabila hak-hak
tersebut terpenuhi, maka kehidupan manusia akan terjamin dan bahagia.
Masyarakat hanyalah kumpulan dari individu-individu. Jika individu-individu itu
hidupnya bahagia dan sejahtera, maka masyarakatpun akan sejahtera.
Pandangan
individualisme berpendapat bahwa kepentingan individulah yang harus diutamakan.
Kesejahteraan individu merupakan nilai kebaikaan tertinggi yaang harus
diperjuangkan melalui persamaan dan nilai kebebasan. Jadi, yang menjadi sentral
individualisme adalah kebebasan seorang individu untuk merealisasikan dirinya. Paham individualisme
menghasilkan ideologi liberalisme. Paham ini bisa disebut juga ideologi
individualisme liberal.
Liberalisme
berasal dari kata liber artinya bebas atau merdeka. Liberalisme adalah
suatu paham yang ditegakkan kebebasan setiap individu serta memandang setiap
individu berada pada posisi yang sederajat dalam kemerdekaan dan hak-hak
miliknya. Liberalisme menolak segala pengekangan terhadap individu. Liberalisme
memberi kebebasan manusia untuk beraktivitas dalam rangka pemenuhan kebutuhan
hidup, baik dalam bidang politik, ekonomi dan sosial budaya.
Beberapa
prinsip yang dikembangkan ideologi liberalisme adalah sebagai berikut.
a.
Penjaminan
hak milik perorangan. Menurut paham ini, pemilikan sepenuhnya berada pada
pribadi dan tidak berlaku hak milik berfungsi sosial.
b.
Mementingkan
diri sendiri atau kepentingan individu yang bersangkutan. Prinsip ini juga
mengandung pengertian membiarkan setiap orang untuk melakukan berbagai
aktivitas untuk kepentingan sendiri. Pemenuhan akan kepentingan sendiri-sendiri
diyakini akan membawa kemakmuran bersama.
c.
Pemberian
kebebasan penuh pada individu. Individu adalah primer, sedangkan masyarakat
adalah sekunder. Bila individu mendapat kebebasan dan kepuasan, maka masyarakat
akan mendapat kemakmuran.
d.
Persaingan
bebas untuk mencapai kepentingan masing-masing.
Liberalisme dalam bidang politik
menghasilkan demokrasi politik, kebebasan berbicara, berpendapat, berserikat,
dan perlunya jaminan hak asasi manusia. Liberalisme dalam bidang ekonomi menghasilkan
kapitalisme dan pasar bebas. Sedangkan liberalisme dalam bidang sosial budaya
adalah kebebasan individu untuk mengekspresikan sikap, perilaku, seni, dan
budayanya. Kebebasan dalam rangka pemenuhan kebutuhan diri bisa menimbukan
persaingan dan dinamika kebebasan antarindividu. Menurut paham liberalisme,
kebebasan antarindividu tersebut bisa diatur melalui penerapan hukum. Jadi,
negara yang menjamin keadilan dan kepastian hukum mutlak diperlukan dalam
rangka mengelola kebebasan agar tetap menciptakan penyelenggaraan hidup bersama.
2.
Pandangan
Sosialisme
Pandangan
ini menyatakan bahwa kepentingan masyarakatlah
yang diutamakan. Masyarakat tidak sekadar kumpulan dari individu, masyarakat
merupakan entitas yang besar dan berdiri sendiri dimana individu-individu itu
berada. Individu dan kepribadiannya dianggap sebagai alat dari mesin raksasa
masyarakat. Menurut pandangan sosialis, hak-hak individu sebagai hak dasar
hilang. Hak-hak individu timbul karena keanggotaannya dalam suatu komunitas
atau kelompok. Individu terikat pada komitmen suatu kelompok. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa pandangan sosialisme bertolak belakang dengan pandangan
individualisme.
Sosialisme
mementingkan masyarakat secara keseluruhan. Kepentingan masyarakatlah yang
utama, bukan individu. Sosialisme adalah paham yang mengharapkan terbentuknya
masyarakat yang adil, selaras, bebas, dan sejahtera bebas dari penguasaan
individu atas hak milik dan alat-alat produksi.
Dalam sejarahnya, sosialisme muncul
sebagai reaksi atas paham individualis liberalisme. Kebebasan individu yang diyakini dapat memaksimalkan pemenuhan
kesejahteraan ternyata banyak menimbulkan ketidakadilan antarindividu itu
sendiri. Individu yang memiliki kemampuan bisa sejahtera, tetapi individu yang
tidak mampu akan tetap miskin dan semakin tersisih. Dengan demikian, dalam
masyarakat timbul ketidakadilan dan kesenjaangan. Kelompok masyarakat seperti
anak-anak, wanita, buruh, para pekerja hanya dieksploitasi oleh orang-orang
yang mampu, terutama yang menguasai hak milik dan alat produksi dalam suatu
masyarakat. Sosialisme muncul dengan maksud kepentingaan masyarakat secara
keseluruhan terutama yang tersisih oleh sistem liberalisme, mendapat keadilan,
kebebasan, dan kesejahteraan.
Untuk
meraih hal tersebut, sosialisme berpandangan bahwa hak-hak individu harus
diletakkan dalam kerangka kepentingan masyarakat yang lebih luas. Masyarakat
yang lebih penting dari individu. Dalam sosialisme yang radikal/ekstrem, cara
untuk meraih hal itu adalah dengan menghilangkan hak pemilikan dan penguasaan
alat-alat produksi oleh perorangan.
Jika
kita simak lebih jauh, kedua pandangan di atas mempunyai kelemahan
masing-masing. Kebebasan perseorangan yang merupakan inti dari ajaran individualisme
liberal dalam pelaksanaannya justru mengingkari asas ajarannya sendiri yaitu
persamaan. Individualisme liberal dapat menimbulkan ketidakadilan, berbagai bentuk
tindakan tidak manusiawi, imperialisme, dan kolonialisme baik dalam bentuk lama
maupun baru. Persaingan bebas akan memunculkan kesenjangan antara orang kaya
dan orang miskin. Liberalisme memang menguntungkan bagi kehidupan politik, tapi
tidak untuk lapangan ekonomi dan sosial.
Dalam
negara Indonesia yang berfalsafah pancasila, hakikat manusia dipandang memiliki
sifat pribadi dan sosial secara seimbang. Menurut pandangan pancasila, manusia
adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Hal ini tidak hanya
menggabungkan dua pandangan (individualisme dan sosialisme), tapi secara
hakikat bahwa kedudukan manusia sebagai makhluk individu sekaligus sosial.
Frans Magnis Suseno (2001), menyatakan bahwa manusia adalah individu yang
secara hakiki bersifat sosial dan sebagai individu manusia yang bermasyarakat.
2.4 Hakikat Manusia Sebagai
Makhuk Sosial
Hakikat manusia sebagai makhluk sosial
telah dicantumkan dalam al-qur’an surat Al-Hujurat ayat 13:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ
إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ
لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِن اللَّهَ عَلِيمٌ
خَبِيرٌّ
Artinya
:
“Hai manusia,
Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal.”[1]َ
Hakikat
manusia sebagai makhluk sosial, berinteraksi dengan manusia lain tercantum
dalam alqur’an surat Ar-Rum ayat 22 sebagai berikut:
وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ
السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَانِكُمْ إِنَّ فِي
ذَلِكَ لآيَاتٍ لِلْعَالِمِينَ
(الروم : 22)
“
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan
berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yangi mengetahu”i.[2][14]
Allah menciptakan manusia dari seorang laki-laki
(Adam) dan seorang perempuan (Hawa), dan menjadikannya berbangsa-bangsa,
bersuku-suku, dan berbeda-beda warna kulit bukan untuk saling mencemoohkan,
tetapi untuk saling mengenal dan menolong.[3][17]
Terdapat beberapa unsur hakikat manusia yang terdiri dari hal-hal berikut.
1. Susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga.
2. Sifat kodrat terdiri atas makhluk individu dan sosial.
3. Kedudukan kodrat terdiri atas makhluk berdiri sendiri dan makhluk Tuhan.
Berdasarkan pembedaan demikian maka manusia
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial adalah hakikat manusia berdasarkan
sifat-sifat kodrat yang melekat pada dirinya. Berdasarkan unsur hakikat
tersebut, Notonagoro (1975) mengatakan bahwa setiap individu dan
makhluk sosial merupakan sifat kodrat manusia.
Manusia sebagai makhluk individu tidak
mampu hidup sendiri. Dia dalam menjalani hidupnya akan senantiasa bersama dan
bergantung pada manusia lain. Manusia saling membutuhkan dan harus
bersosialisasi dengan manusia lain. Hal ini disebabkan manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya
tidak dapat dipenuhi sendiri. Mereka bergabung membentuk kelompok-kelompok
dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan tujuan hidup tersebut. Dalam hal ini,
manusia sebagai individu memasuki kehidupan bersama dengan individu lain.
Sejak manusia dilahirkan, dia membutuhkan
pergaulan dengan orang lain terutama dalam hal kebutuhan makan dan minum. Pada
usia bayi, dia sudah menjalin hubungan terutama dengan ayah dan ibu dalam
bentuk senyuman, gerakan, dan kata-kata. Pada usia 4 tahun, dia mulai
berhubungan dengan teman-teman sebaya dan melakukan kontak sosial. Pada
usia-usia selanjutnya, dia terikat dengan norma-norma pergaulan dengan
lingkungan yang semakin luas. Manusia hidup dalam lingkungan sosialnya.
Berdasarkan proses diatas, manusia lahir
dengan keterbatasan, dan secara naluriah manusia membutuhkan hidup dengan
manusia lain. Manusia sejak lahir dipelihara dan dibesarkan dalam suatu
masyarkat dalam lingkup terkecil yaitu keluarga. Keluarga terbentuk karena
adanya pergaulan antaranggota sehingga dapat dikatakan bahwa keluarga juga
merupakan kebutuhan manusia.
Aristoteles (384-322 SM) seorang ahli
filsafat Yunani kuno menyatakan dalam ajarannya, bahwa manusia adalah zoon
politicon artinya manusia sebagai makhluk, pada dasarnya selalu ingin
bergaul dengaan masyarakat. Karena sifatnya yang ingin bergaul satu sama lain,
maaka manusia disebut sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai individu
mempunyai kehidupan jiwa yang menyendiri, namun manusia sebagai makhluk sosial
tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Manusia lahir, hidup berkembang, dan
meninggal dunia dalam masyarakat. Sebagai individu, manusia tidak dapat
mencapai segala sesuatu yang diinginkan dengan mudah tanpa bantuan orang lain.
Adapun yang menyebaabkan manusia selalu
hidup bermasyarakat adalah adanya dorongan kesatuan biologis yang terdapat
dalam naluri manusia, misalnya.
a. Hasrat untuk memenuhi keperluan makan dan minum.
b. Hasrat untuk membela diri.
c. Hasrat untuk mengadakan keturunan.
Adapun insting yang sudah ada pada diri
manusia sejak dia dilahirkan. Kebutuhan akan makanan dan minuman merupakan
kebutuhan primer bagi segala makhluk hidup termasuk hewan dan manusia. Dalam
usaha mendapatkan kebutuhan tersebut, manusia membutuhkan orang lain. Hidup
sendiri akan menimbulkan kesulitan,
segala hal akan lebih mudah jika dikerjakan bersama-sama.
Dalam kenyataannya, ketika kita sering
melihat orang memburu hewan, menangkap ikan, bercocok tanam yang dilakukan
secara bersama-sama. Bermula dari keinginan untuk mencapai kemudahan hidup,
maka timbullah suatu dorongan untuk hidup bersama dalam masyarakat. Sejak
manusia dilahirkan, dia mempunyai dua keinginan pokok yaitu keinginan untuk
menjadi satu dengan manusia di sekitarnya dan keinginan untuk menjadi satu
dengan suasana alam sekitarnya.
Manusia sebagai makhluk sosial adalah
manusia yang senantiasa hidup dengan manusia lain. Dia tidak dapat merealisasikan
potensi hanya dengan dirinya sendiri. Manusia akan membutuhkan manusia lain
untuk hal tersebut, termasuk dalam mencukupi kebutuhannya.
Sebagaimana telah dikemukakan diatas bahwa
kelompok masyarakat pertama adalah keluarga. Keluarga merupakan lingkungan
manusia yang pertama dan utama. Dalam keluarga itulah manusia menemukan
kodratnya sebagai makhluk sosial. Karena dalam lingkungan tersebut dia untuk pertama kali berinteraksi dengan orang lain. Kelompok
berikutnya adalah kelompok pertemanan, pergaulan, kelompok kerja, dan
masyarakat secara luas. Secara politik, kehidupan berkelompok
manusia dimulai dari keluarga, marga, suku, bangsa, Negara, bahkan masyarakat
secara internasional.
Paham yang mengembangkan pentingnya aspek
sosial kehidupan manusia adalah sosialisme. Sosialisme memberi nilai lebih pada manusia sebagai makhluk sosial. Sosialisme merupakan
reaksi atas sistem liberalisme yang dilahirkan
oleh paham individualisme. Adanya persaingan bebas dalam kapitalisme akan
menindas orang-orang yang tidak memiliki modal dan orang-orang miskin. Dalam
sistem ekonomi sosialis, setiap orang memiliki hasilnya sesuai karyanya. Negara
tidak hanya bersifat pasif memberi kesempatan berusaha, tetapi juga aktif
mengusahakan keadilan dan kesejahteraan terutama bagi masyarakat miskin dan
tidak memiliki modal yang cukup.
Bab III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manusia sebagai makhluk sosial adalah
manusia yang senantiasa hidup dengan manusia lain. Dia tidak dapat
merealisasikan potensi hanya dengan dirinya sendiri. Manusia akan membutuhkan
manusia lain untuk hal tersebut, termasuk dalam mencukupi kebutuhannya. Manusia
memanfaatkan alam dan lingkungan untuk menyempurnakan serta
meningkatkan kesejahteraan hidupnya demi kelangsungan hidup sejenisnya dengan bantuan manusia lain. Peran manusia
dalam kehidupan sehari-hari meliputi:
a.
Melakukan interaksi dengan manusia lain
atau kelompok
b.
Membentuk kelompok-kelompok sosial.
c.
Menciptakan norma-norma sosial sebagai
pengaturan tertib kehidupan berkelompok.
Menurut pandangan pancasila, manusia
adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Hal ini tidak hanya
menggabungkan dua pandangan (individualisme dan sosialisme), tapi secara hakikat
bahwa kedudukan manusia adalah sebagai individu yang secara hakiki bersifat
social dan sebagai individu manusia yang bermasyarakat.
Dalam keluarga manusia menemukan kodratnya sebagai
makhluk sosial. Karena dalam lingkungan tersebut dia untuk pertama kali berinteraksi dengan
orang lain. Kelompok berikutnya adalah kelompok pertemanan, pergaulan, kelompok
kerja, dan masyarakat secara luas. Secara politik, kehidupan berkelompok manusia dimulai dari keluarga,
marga, suku, bangsa, Negara, bahkan masyarakat secara internasional.
3.2 Saran
Kita sebagai manusia yang tidak bisa hidup
tanpa orang lain harus mempelajari hakikat sebagai makhluk social agar kita
mampu menempatkan diri pada lingkungan yang tepat, sehingga tercipta kehidupan
yang sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar