Pendidikan Kewarganegaraan adalah
program pendidikan yang berfungsi untuk membina kesadaran warga negara dalam
melaksanakan hak dan kewajibannya. Tujuannya adalah untuk membentuk kualitas
kepribadian bagi warga negara yang baik. Dalam penjelasan Pasal 37 (2) UU Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, ditegaskan bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan, dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang
memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Bangsa menurut hukum adalah
rakyat atau orang-orang yang berada di dalam masyarakat hukum yang
terorganisir, yang menempati bagian atau wilayah tertentu, berbicara dalam
bahasa yang sama, memiliki sejarah, kebiasaan, dan kebudayaan yang sama, serta
terorganisir dalam suatu pemerintahan yang berdaulat. Faktor pembentuk
identitas bangsa adalah faktor primordial, faktor sakral, faktor tokoh, faktor
sejarah, faktor bhinneka tunggal ika, faktor kelembagaan. Pengertian negara,
negara adalah suatu daerah yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pemerintah
(eksekutif, legislatif, dan yudikatif). Unsur terbentuknya negara ada dua,
yaitu unsur konstitutif (rakyat, wilayah, dan pemerintah yang berdaulat) dan
unsur deklaratif/pengakuan dari negara lain (De Facto dan De Yure). Negara
kesatuan adalah negara yang di dalamnya tidak ada negara.
Hak-hak asasi manusia sudah ada
sejak manusia dikodratkan hadir dunia, dan dengan sendirinya hak-hak asasi
manusia bukan meruapakan hal yang baru lagi. Dalam kitab suci A Quran kurang
lebih 1400 tahun yang lalu, diwahyukan oleh Allah SWT kepada seluruh umat
manusia melalui RasulNya, yaitu Muhammad SAW, mengajar dalam firman itu: “Tiada
paksaan dalam beragama”, cukup sebagai bukti pencerminan nilai-nilai asasi bagi
manusia. Sejarah telah mencatat, bahwa perjuangan terhadap hak-hak asasi
manusia telah sampai pada tonggak-tonggak kemenangannya, yang secara kronologis
yaitu, kemenangan hak-hak asasi manusia terjadi di Inggris, dikeluarkannya Declaration
of Independence yang memuat kemerdekaan negeri itu dari penjajahan Inggris,
pada waktu revolusi Prancis dikumandangkan melalui Declaration des droits de
l’Homme et du Cotoyen (Deklarasi tentang hak-hak manusia dan penduduk) yang
berisi tentang ketentuan bahwa manusia dilahirkan bebas dan mempunyai hak yang
sama, Presiden Franklin Delano Roosevelt dari Amerika Serikat menyatakan ada
empat kemerdekaan yang harus dihormati yaitu freefom of speech, freedom of
religion, freedom from fear, dan freedom from want, The Universal
Declaration of Human Rigihts (Pernyataan Sedunia tentang Hak-hak Asasi
Manusia) pada dasarnya merupakan puncak dari kemenangan perjuangan terhadap
hak-hak asasi manusia. Pada pasal 1 Piagam PBB ditentukan sebagai tujuan
Perserikatan Internasional, yakni mengingat penghormatan terhadap hak-hak asasi
manusia dan kemerdekaan pokok yang dimiliki semua orang tanpa membeda-bedakan
kebangsaan, agama, jenis kelamin, dan bahasa. Pembahasan Hak-hak Asasi Manusia
di Indonesia, pertama-tama dirumuskan dalam Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 10-16 Juli 1945.
Problematika HAM di Indonesia, di masa lalu membawa setidak-tidaknya dalam dua
konsekuensi, yang pertama, hak-hak korban pelanggaran HAM tidak pernah
dipulihkan, sehingga secara psikologis merasa tidak mendapatkan perlakuan
layanan keadilan dan kesejahteraan. Kedua, berlajutnya impunity
dimanapelaku dan penanggungjawab dari kesejahteraan HAM tidak pernah ditindak
secara hukum. Problematika HAM di Indonesia hendaknya segera dipecahkan dengan
cermat, manusiawi, adil, serta demokratis, yang menempatkan harkat dan martabat
manusia sebagai subyek sekaligus obyek HAM. Ketentuan pidana untuk pelanggaran
HAM antara lain, ancaman hukuman mati, penjara seumur hidup, penjara 10-25
tahun. International Criminal Court (ICC) adalah peradilan internasional
yang bertujuan untuk memelihara perdamaian dunia, menjamin HAM serta memberikan
perlindungam, kepastian, keadilan, dan perasaan perorangan ataupun masyarakat.
Menurut Pasal 26 UUD 1945,
menegaskan bahwa “Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia
asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai
warga negara”. Dalam menentukan status kewarganegaraan digunakan dua asas
yaitu, asas Ius Soli (penentuan kewarganegaraan berdasarkan tempat
kelahiran seorang) dan Ius Sanguinis (penentuan kewarganegaraan
berdasarkan keturunan). Dalam menentukan kewarganegaraan seorang juga
dipergunakan adanya dua stelsel kewarganegaraan, yaitu Stelsel Aktif (seseorang
harus melakukan tindakan hukum secara aktif untuk bisa menjadi warga negara
atau juga untuk melepaskan) dan Stelsel Pasif (orang dengan sendirinya
bisa memperoleh kewarganegaraan atau dinyatakan dengan sendirinya hilang status
kewarganegaraannya). Untuk memperoleh
status kewarganegaraan, disebabkan karena permohonan pewarganegaraan
(naturalisasi), karena perkawinan (pernyataan), karena berjasa kepada nkri,
mengikuti kewarganegaraan orang tuanya, karena pengangkatan. Kehilangan suatu
kewarganegaraan ditentukan pada Pasal 23 UU No. 12/2006. Untuk memperoleh
Status Kewarganegaraan (Repatriasi) diatur pada Undang-undang No. 12 Tahun
2006. Ketentuan pidana bagi seorang yang
melanggar terdapat pada UU No. 12 Tahun 2006, Pasal 36, Pasal 37, dan Pasal 38.
Keimigrasian adalah kegiatan pengaturan dan pengelolaan tentang keluar masuknya
orang di suatu negara dan keberadaan seseorang di negara lain bukan negaranya.
Imigrasi adalah keluar masuk, seseorang dari/ke suatu negara. Keluar masuk, dan
keberadaan di suatu negara yang bukan negaranya, pengurusnya dilakukan oleh
pejabat di kantor imigrasi. Mengenai keimigrasian diatur dalam Undang-Undang
No.9 Tahun 1992.
Tugas utama Pendidikan
Kewarganegaraan adalah memberikan pencerahan informasi tentang hubungan antara
warga negara dengan negara. Gouldner (1998) menegaskan bahwa hubungan antara
masyarakat dan negara tidak selalu selamanya berkonotasi normatif, tetapi juga
bersifat empirik. Ditilik dari sisi negara, maka legitimasi merupakan
penerimaan dan pengakuan masyarakat terhadap negara atau hak-hak yang memimpin
(Surbakti, 1992). Legitimasi selain diperlukan oleh negara juga diperluka oleh
masyarakat dan sistem politik secara keseluruhan. Obyek sasaran legitimasi,
yaitu komunitas politik, hukum, lembaga politik, pemimpin politik dan
kebijakan. Cara memperoleh legitimasi dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis,
yaitu dengan cara simbolis, cara prosedural dan dengan cara material. Orde
baru, sebuah orde pemerintahan yang dirancang dan menempatkan dirinya sebagai
korektor total terhadap segala penyelewengan Pancasila dan UUD 1945 dari
proporsionalnya, yaitu sebagai landasan pembangunan di segala bidang. Orde baru
bertekad akan mengantarkan potensi rakyat sebagai modal dalam pembangunan
nasional. Dalam tataran birokrasi, Orde Baru lebih banyak menampakkan
pemerintahan yang sentralistis. Hal ini nampak dalam pola pengambilan keputusan
elite politik di tingkat atas, yang menempatkan pemegang posisi puncak kekuatan
yang sangat dominan. Kesalahan yang paling vatal oleh pemerintahan ini,
lepasnya wilayah Timor Timur dari NKRI, yang secara politis dan finansial
banyak merugikan negara dan bangsa kita. Prinsip pokok reformasi di Indonesia
adalah reformasi total. Artinya, bahwa gerakan reformasi diarahkan pada upaya
pembaharuan kehidupan bangsa dan negara menuju kehidupan yang lebih baik.
Cakupan reformasi menyeluruh adalah reformasi moral, politik, sosial dan
budaya, dalam membongkar budaya feodalistik yang merugikan bagi persatuan dan
kesatuan bangsa. Mulai dari wacana politik, bahasa, kekuasaan dan bahkan sampai
pada wacana budaya hampir bisa dipastikan berkait dengan persoalan antara
negara dengan warga negara. Fenomena seperti itu menunjukkan bahwa masyarakat
sebagai komunitas sudah mulai mendapat ‘ruang’ dan bisa berhirup di angin baru.
Konstitusi memiliki arti yang luas,
yaitu keseluruhan dari peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun tidak
tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana sesuatu pemerintahan
diselenggarakan dalam suatu masyarakat. Nilai-nilai dalam konstitusi yaitu, Nilai
Normatif, Nilai Nominal, dan Nilai Semantik. Dalam membicarakan sejarah
Undang-Undang Dasar 1945, diawali dengan dibentuknya Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 29 April 1945 dan diresmikan di
Jakarta pada tanggal 28 Mei 1945. Tugas dari BPUPKI adalah (1) Menetapkan
Dasar-Dasar Indonesia Merdeka dan (2) Menetapkan Undang-undang Dasar. Pada
tanggal 1 Juni 1945 disebut Hari Lahirnya Pancasila. Pada tanggal 18 Agustus
1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dalam sidangnya menetapkan
keputusan yang penting bagi kehidupan bangsa dan negara, yaitu pertama
Menetapkan dan Mengesahkan Naskah Rancangan UUD yang dikenal dengan nama Piagam
Jakarta tersebut sebagai Dasar Negara Republik Indonesia, kedua, Menetapkan
dan Mengesahkan Undang-undang Dasar Negara Indonesia Merdeka, ketiga, Memilih
Ir. Soekarno dan Drs. Mohamad Hatta masing-masing sebagai Presiden dan Wakil
Presiden, keempat, Presiden untuk sementara waktu dibantu oleh sebuah
komite Nasional. Kemudian naskah resminya dimuat dalam berita republik
Indonesia tahun ke-2 No. 7 tahun 1946 yang terbit pada tanggal 15 Februari
1946.
Budaya politik merupakan bagian dari
kebudayaan masyarakat dengan ciri-ciri yang lebih khas. Istilah budaya politik
meliputi masalah legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses pembuatan kebijakan
pemerintah, kegiatan partai-partai politik, perilaku aparat negara, serta
gejolak masyarakt terhadap kekuasaan yang memerintah. Komponen Budaya Politik,
yaitu (1) Orientasi Kognitif, (2) Orientasi Afektif, dan (3) Orientasi
Evaluatif. Kehidupan bangsa Indonesia pasca reformasi total dipusatkan dalam
membangun masyrakat Indonesia baru, dalam bentuk civil society. Civil
society diletakkan pada pemberdayaan masyarakat pluralis-multikultural dalam
hubungannya dengan organisasi negara. Aspek civil society yaitu, Membangun
Hubungan negara dan Masyarakat dan Optimalisasi Pelaksanaan Hak dan Kewajiban
Civil Society. Pendekatan yang harus digunakan yaitu, Pendekatan Yuridis,
Pendekatan Struktural-Fungsional, Pendekatan Etika-Moral, Pendekatan
Psikologis-Pedagogis, Pendekatan Pengurangan Prasangka (Buruk), dan Pendekatan
Empati.
Masyarakat Indonesia secara kultural
memiliki kebudayaan yang bersifat majemuk (kebhinekaan), karakteristiknya
meliputi: (1) terjadi segmentasi ke dalam bentuk kelompok-kelompok yang
memiliki sub kebudayaan yang berbeda satu sama lain, (2) memiliki struktur
sosial yang terbagi dalam lembaga-lembaga yang bersifat komplementer, (3)
kurangnya mengembangkan konsensus di antara para anggota terhadap nilai-nilai
yang bersifat mendasar, (4) secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan
dan saling ketergantungan, (6) adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas
kelompok-kelompok lain. Wawasan kebangsaan Indonesia didefinisikan sebagai cara
pandang kesatuan kebangsaan Indonesia.
Konflik biasanya didefinisikan
sebagai bentuk perbedaan atau pertentangan ide, pendapat, paham, dan
kepentingan di antara dua pihak atau lebih, biasanya ditandai interaksi timbal
balik diantara pihak-pihak yang bertentangan. Pengendalian konflik melalui tiga
cara, yaitu dengan konsiliasi, mediasi, dan perwasitan. Sifat-sifat Ketahanan
Nasional Indonesia, (1) sifat manunggal (integratif), (2) sifat mawas ke dalam,
(3) sifat kewibawaan, (4) sifat berubah menurut waktu, (5) sifat tidak
membenarkan adu kekuasaan dan kekuatan.
Politik nasional, dalam pandangan
ahli yang menekankan pada pendekatan proses, politik diartikan sebagai
proses-proses yang terlibat dalam menentukan dan melaksanakan tujuan-tujuan
yang ingin dicapai dengan menggunakan kekuasaan yang dimiliki oleh pihak-pihak
yang berkepentingan. John Glasson (1990) mengidentifikasikan perencanaan umum
mencakup serangkaian tindakan berurutan pada pemecahan persoalan-persoalan di
masa mendatang. Semua perencanaan mencakup seluruh proses yang berurutan yang
diwujudkan sebagai rancangan dalam sejumlah tahap, yaitu (1) identifikasi
persoalan, (2) perumusan tujuan-tujuan umum dan sasaran-sasaran yang lebih
khusus dan dapat diukur bertalian dengan persoalan yang bersangkutan, (3)
identifikasi pembatas-pembatas yang ada, (4) proyeksi mengenai keadaan di masa
mendatang, (5) pencarian dan penilaian berbagai arah kegiatan alternatif, dan
(6) penyusunan rencana yang dipilih sebagai rencana yang definitif.
Pancasila menempati dua kedudukan
utama, yaitu sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa. Sebagai dasar
negara, Pancasila dijadikan sebagai dasar atau landasan dalam mendirikan
bangunan NKRI. Perwujudan Pancasila sebagai dasar negara, ditampakkan dalam
hukum nasional, dimana Pancasila harus menjadi sumber dari segala sumber hukum
yang ada di Indonesia. sedangkan sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila
memberikan tuntunan pada seluruh bangsa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari.
Di samping dua kedudukan utama Pancasila di atas, fungsi-fungsi Pancasila
antara lain: (1) sebagai kepribadian bangsa Indonesia, (2) sebagai jiwa dan
moral bangsa Indonesia, (3) sebagai perjanjian luhur, (4) sebagai falsafah yang
mempersatukan bangsa Indonesia, (5) sebagai ideologi negara dan bangsa
Indonesia.
Globalisasi merupakan transformasi
sosial budaya dalam lingkup global, yang mampu mendorong perubahan lembaga,
pranata dan nilai-nilai sosial budaya. Perkembangan dan transformasi sosial
budaya terjadi pada tingkat lokal atau nasional, akan mampu menembus
batas-batas tradisional ke segala tempat. Dampak positif globalisasi, diantaranya,
semangat kompetitif, kemudahan dan kenyamanan hidup, sikap toleransi dan
solidaritas kemanusiaan. Dampak negatif dari globalisasi antara lain,
pergeseran nilai, pertentangan nilai, dan perubahan gaya hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar