Gemericik air yang turun menghadirkan angan yang melukis senyummu. Kala itu.

Jumat, 06 Maret 2015

Tugas Bahasa Indonesia Keilmuan



PENERAPAN CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK (CDOB)
PADA PEDAGANG BESAR FARMASI (PBF) DI YOGYAKARTA

Oleh: Fauzta Norma Ayu Anggraini

Abstrak: Ada 79.045 jenis sediaan farmasi yang sudah memiliki izin edar yang didistribusikan oleh 2.821 Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Survei dilakukan pada bulan Juli 2010 untuk mengevaluasi pelaksanaan CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik) pada PBF di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk yang disalurkan oleh PBF di Provinsi DIY yakni bahan baku farmasi, vaksin, psikotropik, obat keras, obat bebas, obat bebas terbatas,  kosmetik, makanan, susu, dan alat kesehatan.

Kata Kunci: Cara Distribusi Obat yang Baik, Pedagang Besar Farmasi, Yogyakarta.

Pola praktik di Indonesia sangat beragam, yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi adalah sarana yang digunakan untuk mendistribusikan atau menyalurkan sediaan farmasi, yang dilakukan oleh pedagang besar farmasi dan instalasi sediaan farmasi. Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Sediaan farmasi harus aman, berkhasiat atau bermanfaat, bermutu, dan terjangkau, maka diperlukan pengawasan obat secara komprehensif termasuk pada jaringan distribusi obat agar terjamin mutu, khasiat, keamanan, dan keabsahan obat sampai ke tangan konsumen.
Sediaan farmasi yang telah mendapat izin edar dari menteri kesehatan sebanyak 79.045 jenis terdiri dari 16,4% obat, 10,5% obat tradisional, dan 73,1% kosmetik. Beberapa penelitian terkait PBF yang telah dilakukan yakni tentang aspek manajemen dan tata cara pendirian PBF, penelitian ini  mengevaluasi pelaksanaan CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik) pada PBF di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

METODE PENELITIAN
Penelitian non eksperimental deskriptif dengan metode survei ini dilakukan pada bulan Juli 2010 menggunakan kuesioner dan interview. Populasi adalah 49 PBF yang tercatat di Provinsi DIY,  sampel adalah PBF yang bersedia menjadi responden yakni sebanyak 29 (59%) PBF.

HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis produk yang disalurkan oleh PBF di Provinsi DIY berupa bahan baku farmasi, vaksin, psikotropik, obat keras, obat bebas, obat bebas terbatas,  kosmetik, makanan, susu, dan alat kesehatan. Pedagang Besar Farmasi dan setiap cabangnya berkewajiban mengadakan, menyimpan, dan menyalurkan perbekalan farmasi yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan menteri serta melaksanakan pengadaan obat, bahan baku obat, dan alat kesehatan dari sumber yang sah. Sebelum berlakunya PP No.51 tahun 2009, kewajiban tersebut dipertanggungjawabkan oleh seorang apoteker atau asisten apoteker yang mempunyai surat penugasan dan surat izin kerja. Khusus PBF yang menyalurkan bahan baku obat penanggung jawabnya harus seorang apoteker. Perbekalan farmasi adalah perbekalan yang meliputi obat, bahan obat dan alat kesehatan, istilah ini diganti menjadi sediaan farmasi yakni obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika. Makanan, susu, dan alat kesehatan bukan bagian dari sediaan farmasi, tetapi terdapat PBF yang juga menyalurkannya. Alat kesehatan dapat disalurkan oleh PBF karena bagian dari perbekalan farmasi, selain oleh Penyalur Alat Kesehatan (PAK) yang diberikan izin oleh menteri kesehatan.
Sebanyak  24 (83%) penanggung jawab PBF adalah wanita, yang terbanyak berumur 23-30 tahun yakni 11 (38%) orang. Sebanyak 9 (31%) PBF, penanggung jawabnya apoteker, 18 (62%) PBF penanggung jawabnya asisten apoteker, 1 PBF terdapat apoteker tetapi bukan sebagai penanggung jawab, 1 PBF tidak terdapat tenaga kefarmasian.


PEMBAHASAN
Pemberlakuan PP No.51 tahun 2009 mengubah ketentuan, bahwa setiap PBF harus dipertanggungjawabkan oleh seorang apoteker, dan paling lambat 3 tahun sejak ditetapkannya PP tersebut, penanggung jawab PBF harus seorang apoteker yang dapat dibantu oleh apoteker pendamping dan atau tenaga teknis kefarmasian. Saat ini sebanyak 69% PBF sampel di Provinsi DIY penanggung jawabnya bukan apoteker, bahkan 2 diantaranya bukan tenaga kefarmasian. Paling lambat 1 September 2012 semua PBF di Indonesia sudah harus dipertanggungjawabkan oleh apoteker. Farmasi di industri modern mempunyai tanggung jawab menjaga keamanan, ketepatan, dan efisien pada saat pendistribusian obat. Selain itu, tenaga kefarmasian juga mempunyai tanggung jawab dalam edukasi mengenai terapetik obat, keamanan obat serta pengobatan kepada anggota medis lain. Pekerjaan kefarmasian dalam fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi harus memenuhi ketentuan CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik) dan dalam melakukan pekerjaan kefarmasian tersebut apoteker harus menetapkan Standar Prosedur Operasional. CDOB juga menyatakan bahwa dalam penerapan CDOB harus mempunyai Sistem Operasional Prosedur  (SOP). Dua puluh delapan PBF mempunyai SOP yang jenisnya beragam, sebanyak 20 (69%) PBF mempunyai SOP mengenai CDOB, 26 (89%) PBF mempunyai SOP mengenai penerimaan dan pengiriman barang, 27 (93%) PBF mempunyai SOP mengenai tempat penyimpanan. SOP yang terdapat di PBF paling banyak dibuat oleh kantor pusat, sehingga PBF cabang hanya tinggal menerapkan SOP yang sudah diberikan dari kantor pusat tanpa harus membuat SOP yang baru. Standar Prosedur Operasional adalah prosedur tertulis berupa petunjuk operasional tentang pekerjaan kefarmasian, pedoman CDOB menyatakan bahwa SOP atau sistem operasional prosedur atau sering disebut protap adalah prosedur tertulis suatu instruksi operasional tentang hal-hal umum seperti operasional peralatan, pemeliharaan dan kebersihan, sampling dan inspeksi diri. Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan diperbarui secara terus menerus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Oleh karena, itu sebaiknya setiap apoteker pada PBF menyusun SOP untuk setiap jenis kegiatan pekerjaan kefarmasian yang dilakukannya, dan bertanggung jawab secara profesional dalam rangka menjaga keamanan, mutu, dan khasiat sediaan farmasi yang dikelolanya.
Apoteker adalah tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian termasuk penyimpanan dan pendistribusian obat. Penanggung jawab PBF bertanggung jawab mengawal sediaan farmasi dimana jaminan kemanan, khasiat, dan mutu sediaan farmasi dituntut dari proses awal sampai akhir. Seluruh karyawan yang terlibat dalam pendistribusian obat, hendaknya diberikan pelatihan mengenai CDOB sehingga CDOB dapat berjalan dengan benar. Jenis pelatihan yang pernah diikuti oleh penanggung jawab PBF bervariasi, yang disebutkan adalah pelatihan tentang sanitasi dan hygiene, toksisitas, produk obat yang menyebabkan infeksi, pajak, laporan, dan bahan berbahaya. Pedagang Besar Farmasi berkewajiban melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan dan penyaluran secara tertib di tempat usahanya mengikuti pedoman teknis yang ditetapkan menteri. Dua puluh delapan (97%) PBF sudah melaksanakan dokumentasi. Jenis dokumentasi tentang penerimaan pesanan barang dari pelanggan dilakukan oleh paling banyak PBF baik secara manual maupun dengan komputer. Jenis dokumentasi lain yakni pemusnahan obat, pengembalian obat ke produsen, stok barang, pengurangan barang dari stok penjualan, pengiriman obat kepada pelanggan, pengeluaran dari gudang, penyimpanan obat, penerimaan dan pemesanan sediaan farmasi. Menurut PP, pedoman CDOB adalah pedoman yang ditetapkan oleh menteri, akan tetapi yang berlaku sekarang pedoman CDOB yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan  (BPOM), kedudukan BPOM sejak tahun 2001 tidak lagi di bawah Departemen Kesehatan akan tetapi menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), akan tetapi dalam melaksanakan tugasnya tetap dikoordinasikan oleh Menteri Kesehatan. Dalam hal izin edar (registrasi) obat, Menteri Kesehatan melimpahkan pemberian izin edar kepada Kepala BPOM.

PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa belum semua aspek CDOB dilaksanakan oleh PBF. Untuk melengkapi informasi hasil penelitian ini, perlu dilakukan penelitian tentang bagian addendum dari pedoman CDOB yakni penanganan vaksin dan penanganan obat donasi oleh PBF. Agar sediaan farmasi yang sampai ke tangan konsumen terjamin keamanan, khasiat, mutu, dan keabsahannya perlu diadakannya CDOB terkini, pelatihan implementasi, dan monitoring pelaksanaaan CDOB pada PBF.

DAFTAR RUJUKAN
Hartini, Yustina Sri. 2012. Cara Distribusi Obat yang Baik pada Pedagang Besar Farmasi di Yogyakarta, [skripsi]. Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Paingan Maguwoharjo Depok Sleman, Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar