MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU
Mata
Kuliah : Ilmu Sosial dan Budaya Dasar
BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang Masalah
Manusia
sebagai mahluk individu. Sebaiknya perlu dipahami arti kata individu itu
sendiri. Kata “Individu” berasal dari kata latin, “individuum” artinya “yang
tidak terbagi”. Jadi, merupakan suatu sebutan yang dapat. Dipakai untuk
menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas
Manusia
sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan
psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia individu
manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Jika unsur tersebut sudah
tidak menyatu lagi maka seseorang tidak disebut sebagai individu.
Setiap
manusia memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri, tidak ada manusia yang
persis sama. Dari sekian banyak manusia, ternyata masing-masing memiliki
keunikan tersendiri. Seorang individu adalah perpaduan antara faktor fenotip
dan genotip. Faktor genotip adalah faktor yang dibawa individu sejak lahir, ia
merupakan faktor keturunan. Kalau seseorang individu memiliki ciri fisik atau
karakter sifat yang dibawa sejak lahir, ia juga memiliki ciri fisik dan
karakter atau sifat yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (faktor fenotip).
Faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang
khas dari seseorang. Istilah lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan
lingkungan sosial. Ligkungan fisik seperti kondisi alam sekitarnya. Lingkungan
sosial, merujuk pada lingkungan di mana seorang individu melakukan interaksi
sosial. Kita melakukan interaksi sosial dengan anggota keluarga, dengan teman,
dan kelompok sosial yang lebih besar.
Karakteristik
yang khas dari seseorang dapat kita sebut dengan kepribadian. Setiap orang
memiliki kepribadian yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor bawaan
(genotip)dan faktor lingkungan (fenotip) yang saling berinteraksi
terus-menerus.
Menurut
Nursid Sumaatmadja (2000), kepribadian adalah keseluruhan perilaku individu
yang merupakan hasil interaksi antara potensi-potensi bio-psiko-fiskal (fisik
dan psikis) yang terbawa sejak lahir dengan rangkaian situasi lingkungan, yang
terungkap pada tindakan dan perbuatan serta reaksi mental psikologisnya, jika mendapat
rangsangan dari lingkungan. Dia menyimpulkan bahwa faktor lingkungan (fenotip)
ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang. Setiap
individu memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaan (heredity) dan
karakteristik yang diperoleh dari pengaruh lingkungan. Karakteristik bawaan
merupakan karakteristik keturunan yang dimiliki sejak lahir, baik yang
menyangkut faktor biologis maupun faktor sosial psikologis. Natur dan nature
merupakan istilah yang biasa digunakan untuk menjelaskan
karakteristik-karakteristik individu dalam hal fisik, mental, dan emosional
pada setiap tingkat perkembangan. Seorang bayi yang baru lahir merupakan hasil
dari dua garis keluarga, yaitu garis keturunan ayah dan garis keturunan ibu.
Sejak terjadinya pembuahan atau konsepsi kehidupan yang baru, maka secara
berkesinambungan dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor lingkungan yang
merangsang.
2. Rumusan
Masalah
·
Apa yang
dimaksud dengan habitat manusia sebagai makhluk individu
·
Bagaimana
peranan manusia sebagia makhluk individu
·
Dilema antara
kepentingan individu dan kepentingan masyarakat
·
Bagaimana
hakikat manusia sebagai makhluk individu
·
Apa yang
dimaksud dengan dinamika interaksi sosial
3. Tujuan
·
Mengetahui
definisi makhluk individu secara khusus
·
Mengetahui peranan
manusia sebagai makhluk individu
·
Memahami hakikat manusia sebagai makhluk
individu
BAB II
PEMBAHASAN
A.
HABITAT MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK
INDIVIDU
Manusia sebagai makhluk individu artinya tiap manusia
berhak atas milik pribadinya sendiri dan bisa disesuaikan dengan lingkungan
sekitar. Manusia individu adalah subyek yang mengalami kondisi manusia. Ini
diikatkan dengan lingkungannya melalui indera mereka dan dengan
masyarakat melalui kepribadian mereka, jenis
kelamin mereka serta status sosial. Selama kehidupannya, ia berhasil melalui tahap bayi, kanak-kanak, remaja, kematangan dan usia
lanjut. Deklarasi universal untuk hak asasi
diadakan untuk melindungi hak masing-masing individu. Manusia juga sebagai
mahkluk individu memiliki pemikiran-pemikiran tentang apa yang menurutnya baik
dan sesuai dengan tindakan-tindakan yang akan diambil.
1.
Manusia Sebagai Makhluk Individu
Individu
berasal dari kata in dan devided. Dalam Bahasa Inggris in salah satunya
mengandung pengertian tidak, sedangkan devided artinya terbagi. Jadi individu
artinya tidak terbagi, atau satu kesatuan. Dalam bahasa latin individu berasal
dari kata individiuum yang berarti yang tak terbagi, jadi merupakan suatu
sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil
dan tak terbatas.
Manusia
sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan
psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia individu
manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Jika unsur tersebut sudah
tidak menyatu lagi maka seseorang tidak disebut sebagai individu. Dalam diri
individu ada unsur jasmani dan rohaninya, atau ada unsur fisik dan psikisnya,
atau ada unsur raga dan jiwanya.
Bila
seseorang hanya tinggal raga, fisik, atau jasmaninya saja, maka dia tidak
dikatakan sebagai individu. Manusia sebagai makhluk individu mengandung arti
bahwa unsur yang ada dalam diri individu tidak terbagi, merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan. Jadi, sebutan individu hanya tepat bagi manusia yang
memiliki keutuhan jasmani dan rohaninya, keutuhan fisik dan psikisnya, serta
keutuhan raga dan jiwanya.[1]
Individu
adalah manusia yang memiliki kesatuan yang terbatas, yaitu sebagai manusia
“perseorangan” atau “orang seorang” yang memiliki keuinikan atau ciri khas
tersendiri, tidak ada manusia yang persis sama. Dari sekian banya k manusia,
ternyata masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Sekalipun orang itu
terlahir secara kembar, mereka tidak ada yang memiliki ciri fisik dan psikis
yang persis sama. Setiap anggota fisik mausia tidak ada yang persis sama
meskipun sama-sama terlahir sebagai manusia kembar.
Walaupun
secara umum manusia itu memiliki perangkat fisik yang sama, tetapi kalau
perhatian kita tujukan pada hal yang lebih detail, maka akan terdapat
perbedaan-perbedaan. Perbedaan itu terletak pada bentuk, ukuran, sifat, dan
lain-lain. Kita dapat membedakan seseorang dari orang lainnya berdasarkan perbedaan-perbedaan
yang ada, baik pada perbedaan fisik maupun psikis. Contohnya: Si Waru berbeda
dengan si Dadap, karena diantaranya ada perbedaan fisik yang gampang dikenali. Begitu
pula dalam kumpulan atau kerumuna ribuan atau jutaan manusia, kita tetap dapat
mengenali seseorang yang sudah kita kenal. Seperti di tengah-tengah pasar yang
penuh orang atau di lapangan dimana berkumpul ribuan orang, kita akan dapat
mengenali orang yang sudah kita kenal. Sebaliknya, bila hal terjadi pada
kumpulan atau kerumunan hewan atau binatang, sulit bagi kita untuk mengenali
satu hewan di tengah ribuan hewan yang sejenis.
Ciri seorang
individutidak hanya mudah dikenali lewat ciri fisik atau biologisnya. Sifat,
karakter, perangai, atau gaya dan selera orang juga berbeda-beda. Lewat ciri-ciri
fisik seseorang pertama kali mudah dikenali. Ada orang yang gemuk, kurus, atau
langsing, ada yang kulitnya cokelat, hitam, atau putih, ada yang rambutnya
lurus dan ikal. Dilihat dari sifat, perangai, atau karakternya, ada orang yang
periang, sabar, cerewet, atau lainnya.
Setiap manusia memiliki keunikan dan ciri khas
tersendiri, tidak ada manusia yang persis sama. Dari sekian banyak manusia,
ternyata masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Seorang individu adalah
perpaduan antara faktor fenotip dan genotip. Faktor genotip adalah faktor yang
dibawa individu sejak lahir, ia merupakan faktor keturunan, dibawa individu
sejak lahir. Kalau seseorang individu memiliki ciri fisik atau karakter sifat
yang dibawa sejak lahir, ia juga memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat
yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (faktor fenotip). Faktor lingkungan
(fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari
seseorang. Istilah lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
Ligkungan fisik seperti kondisi alam sekitarnya. Lingkungan sosial, merujuk
pada lingkungan di mana seorang individu melakukan interaksi sosial. Kita
melakukan interaksi sosial dengan anggota keluarga, dengan teman, dan kelompok
sosial yang lebih besar.
Karakteristik yang khas dari seeorang dapat kita sebut dengan kepribadian. Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor bawaan genotip) dan faktor lingkungan (fenotip) yang saling berinteraksi terus-menerus.
Karakteristik yang khas dari seeorang dapat kita sebut dengan kepribadian. Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor bawaan genotip) dan faktor lingkungan (fenotip) yang saling berinteraksi terus-menerus.
Menurut Nursid Sumaatmadja (2000), kepribadian adalah
keseluruhan perilaku individu yang merupakan hasil interaksi antarapotensi-potensi
bio-psiko-fiskal (fisik dan psikis) yang terbawa sejak lahir dengan rangkaian
situasi lingkungan, yang terungkap pada tindakan dan perbuatan serta reaksi
mental psikologisnya, jika mendapat rangsangan dari lingkungan. Dia
menyimpulkan bahwa faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan
karakteristik yang khas dari seseorang.
B. PERANAN MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU
Sebagai
makhluk individu, manusia memiliki harkat dan martabat yang mulia. Setiap manusia dilahirkan sama dengan harkat
dan martabat yang sama pula dengan manusia yang lainnya, tidak ada yang
membedakan. Manusia sebagai makhluk individu berupaya merealisasikan segenap
potensi dirinya karena ingin menunjukkan siapa yang terbaik, baik itu
menunjukkan potensi jasmani maupun potensi rohani.
Manusia
sebagai pribadi adalah berhakikat sosial, artinya manusia akan senantiasa dan
selalu berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain, manusia tidak mungkin
hidup sendiri tanpa bantuan orang lain dan interaksi sosial membentuk kehidupan
berkelompok pada manusia.
Dalam
dimensi individu, muncul hak-hak dasar manusia. Kewajiban dasar manusia adalah
menghargai hak dasar orang lain serta menaati norma-norma yang berlaku
dimasyarakatnya.
Sebagai
makhluk individu ataupun makhluk sosial hendaknya menusia memiliki kepribadian.
Yang dimaksud dengan kepribadian adalah susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang
dibangun oleh perasaan, pengetahuan, dan dorongan.
Menurut
Mubarok, masing-masing individu tampanya biasa melakukan kontak hubungan
transaksional, jika mersa beruntung hubungan akan berjalan mulus, demikian jika
merasa dirugikan akan mengarah perpecahan.
C. DILEMA ANTARA KEPENTINGAN INDIVIDU DAN
KEPENTINGAN MASYARAKAT
Individualisme
perpangkal dari konsep bahwa manusia pada hakikatnya adalah makhluk individu
yang bebas. Paham ini memandang manusia sebagai makhluk pribadi yang utuh dan
lengkap terlepas dari manusia yang lain. Pandangan individualisme berpendapat
bahwa kepentingan individual-lah yang harus diutamakan. Yang menjadi sentral
individualisme adalah kebebasan seorang individu untuk merealisasikan dirinya.
Manusia
tidak dapat hidup sendirian tanpa bantuan orang lain. Kebutuhan fisik (sandang,
pangan, papan), kebutuhan sosial (pergaulan, pengakuan, sekolah, pekerjaan) dan
kebutuhan psikis termasuk rasa ingin tahu, rasa aman, persaan religiositas,
tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan orang lain. Apalagi jika tersebut
mengalami masalah, baik ringan maupun berat. Pada seperti itu seseorang orang
akan mencari dukungan social dari orang-orang disekitarnya, sehingga dirinya
merasa dihargai,diperhatikan, dan dicintai. Contoh nyata yang paling sering
kita lihat dan alami adalah bila ada seseorang yang sakit dan terpaksa dirawat
di rumah sakit, maka sanak saudara ataupun teman-teman biasanya datang
berkunjung. Dengan kunjungan tersebut, maka orang yang sakit tentu merasa
mendapat dukungan sosial.
Dukungan
sosial (social support) didefinisikan oleh Gottlieb (1983) sebagai informasi
verbal atau nonverbal,saran,bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan
oleh orang-orang yang akrab dengan subyek didalam lingkungan sosialnya atau
yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional
atau berpengaruh pada tingkah laku penenerimanya. Dalam hal ini orang yang
merasa memperoleh dukungan sosial,secara emosional merasa lega karena
diperhatikan,mendapat saran,atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Pendapat
senada di kemukakan juga oleh Sarason (1983) yang mengatakan bahwa dukungan
sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat
diandalkan, menghargai, dan menyayangi kita. Pandangan yang sama juga
dikemukakan oleh Coob yang mendefinisikan dukungan social sebagai adanya
kenyamanan, perhatian, penghargaan atau menolong orang dengan sikap menerima
kondisinya, dukungan sosial tersebut diperoleh oleh individu maupun kelompok.
Sarason (1983), berpendapat, dukungan sosial itu selalu mencakup dua hal :
1.
Jumlah sumber
dukungan,sosial yang tersedia merupakan persepsi individu terhadap sejumlah
orang yang dapat diandalkan saat individu membutuhkan bantuan (pendekatan
berdasarkan kuantitas)
2.
Tingkatan
kepuasanakan dukungan sosial yang diterima; berkaitan dengan persepsi individu
bahwa kebutuhannya akan terpenuhi (pendakatan berdasarkan kualitas).
Hal tersebut penting dipahami oleh
individu yang ingin memberikan dukungan sosial, karena menyangkut persepsi
tentang keberadaan (availability) dan ketetapan (adequacy) dukungan sosial bagi
seseorang. Dukungan sosial bukan sekadar memberikan bantuan, tetapi yang
penting adalah bagaimana persepsi si penerima terhadap makna dari bantuan itu.
Hal itu erat hubungannya dengan ketepatan dukungan sosial yang diberikan, dalam
arti bahwa orang yang menerima sangat mersakan manfaat bantuan bagi dirinya,
karena sesuatu yang actual dan memberikan kepuasan.
Dari beberapa pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa dukungan sosial merupakan bantuan atau dukungan yang diterima
individu dari orang-orang tertentu dalam kehidupannya dan berada dalam
lingkungan sosial tertentu yang membuat si penerima merasa
diperhatikan,dihargai, dan dicintai. Orang yang menerima dukungan \sosial
memahami dukungan sosial yang dibrikan oleh orang lain.
Sumber-sumber dukungan sosial banyak
diperoleh individu dari lingkungan sekitarnya. Namun perlu diketahui seberapa
banyak sumber dukungan sosial ini efektif bagi individu yang memerlukan. Sumber
dukungan sosial merupakan aspek paling penting untuk diketahui dan dipahami.
Dengan pengetahuan dan pemahaman tersebut, seseorang akan tahu kepada siapa ia
akan mendapat dukungan sosial sesuai dengan situasi dan keinginan yang
spesifik, sehingga dukungan sosial memiliki makna yang berarti bagi kedua belah
pihak.
Menurut Rook dan Dooley (1985), ada dua
sumber dukungan social yaitu sumber artificial dan natural. Dukunagn social
yang natural diterima seseorang melalui interaksi social dalam kehidupannya
secara spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya, misalnya anggota
keluarga (anak, istri, suami, dan kerabat), teman dekat atau relasi. Dukungan
sosisal ini bersifat nonformal. Sementara itu, yang dimaksud dengan dukungan
sosial artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam kebutuhan
primer seseorang, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam melalui berbagai
sumbangan sosial.
Sumber dukungan sosial yang bersifat
natural berbeda dengan sumber dukungan social yang bersifat artificial dalam
sejumlah hal. Perbedaan tersebut terletak dalam hal sebagai berikut:
a.
Keberadaan
sumber dukungan social natural bersifat apa adanya tanpa dibuat-buat sehingga
lebih mudah diperoleh dn bersifat spontan.
b.
Sumber dukungan
sosial yang natural memiliki kesesuaian dengan norma yang berlaku tentang kapan
sesuatu yang harus diberikan.
c.
Sumber dukungan
sosial yang natural berakar dari hubungan yang telah berakar lama.
d.
Sumber dukungan
sosial yang natural memiliki keraganman dalam penyampaian dukungan sosial,
mulai dari pemberian barang-barangnyata hingga sekadar menemui seseorang dengan
menyampaikan salam.
e.
Sumber dukungan
sosial yang natural terbebas dari beban dan label psikologis.
Para ahli berpendapat bahwa dukungan
sosial dapat dibagi ke dalam berbagai komponen yang berbeda-beda. Misalnya
Weiss (Cutrona dkk. 1994: 371), mengemukakan adanya enam komponen dukungan
sosial yang disebut sebagai “The Social Provision Scale”, dimana masing-masing
komponen dapat berdiri sendiri-sendiri, namun satu sama lain saling
berhubungan. Adapun komponen-komponen tersebut adalah:
1.
Kerekatan
emosiaonal (emotional attachment)
Jenis
dukungan sosial semacam ini memungkinkan seseorang memperoleh kerekatan
(kedekatan) emosional sehingga menimbulkan rasa aman bagi yang menerima. Orang
yang menerima dukungan sosial semacam ini merasa tenteram, aman, dan damai yang
ditunjukkan dengan sikap tenang dan bahagia. Sumber dukungan social semacam ini
yang paling sering dan umu adalah yang diperoleh dari pasangan hidup, atau
anggota keluarga/ teman dekat/ sanak keluarga yang akrab dan memiliki hubungan
harmonis. Bagi lansia adanya orang adanya orang kedua yang cocok, terutama yang
tidak memiliki pasangan hidup, menjadi sangat penting untuk dapat member
dukungan sosial atau dukungan moral (moral support).
2.
Integrasi sosial
(social integration)
Jenis
dukungan sosial semacam ini memungkinkan lansia untuk memperoleh persaaan
memiliki suatu kelompok yang memunginkannya untuk membagi minat, perhatian,
serta melakukan kegiatan yang sifatnya rekreatif secara bersama-sama. Sumber
dukungan semacam ini memungkinkan lansia mendapat rasa amannyaman serta merasa
memiliki dan dimiliki dalam kelompok. Adanya kepedulian masyarakat untuk
berorganisasi lansia dan melakukan kegiatan bersama tanpa ada pamrih akan ada
banyak memberikan dukungan sosial.
Mereka merasa bahagia, ceria, dan dapat mencurahkan segala ganjalan yang ada
pada dirinya untuk bercerita, atau mendengar ceramah ringan yang sesuai dengan
kebutuhan lansia. Hal itu merupakan dukungan social yang sangat bermanfaat bagi
lansia.
3.
Adanya pengakuan
(reanssurance of worth)
Pada
dukungan sosial jenis ini lansia mendapat pengakuan atas kemampuan dan
keahliannya serta mendapat penghargaan dari orang lain atau lembaga. Sumber
dukungan social semacam ini dapat berasal dari keluarga atau lembaga/instansi
atau perusahaan/organisasi dimana sang lansia pernah bekerja. Karena jasa,
kemampuan dan keahliannya maka ia tetap mendapat perhatian dan santunan dalam
berbagai bentuk penghargaan. Uang pensiun mungkin dapat dianggap sebagai salah
satu bentuk dukungan social juga, bila seseorang menerimanya dengan rasa
bersyukur. Bentuk lain dukungan sosial berupa pengakuan adalah mengundang para
lansia pada setiap event/ hari besar untuk berpartisipasi dalam perayaan
tersebut bersama-sama dengan para pegawai yang masih berusia produktif. Contoh:
setiap hari besar TNI, maka para mantan pejabat yang telah pensiun/memasuki
masa lansia biasa diundang hadir dalam upacara ataupun resepsi yang diadakan
oleh instansi tersebut.
4.
Ketergantungan
yang dapat diandalkan (reliable reliance)
Dalam
dukungan sosial jenis ini, lansia mendapat dukungan sosial berupa jaminan bahwa
ada orang yang dapat diandalkan bantuannya ketika lansia membutuhkan bantuan
tersebut. Dukungan social jenis ini pada umunya berasal dari keluarga, sehingga
para lansia mendapat pelayanan yang memuaskan.
5.
Bimbingan
(guidance)
Dukungan
social jenis ini adalah berupa adanya hubungan kerja ataupun hubungan sosial
yang memungkinkan lansia mendapat informasi, saran, atau nasihat yang
diperlukan dalam memenuhi kebutuhan dan mengatasi permasalahan yang diatasi.
Dukungan sosial jenis ini bersumber dari guru, alim ulama, pamong dalam
masyarakat, figur yang dituakan, dan juga orang tua.
6.
Kesempatan untuk
mengasuh (opportunity for nurturance)
Suatu
aspek penting dalam hubungan interpersonal akan perasaan dibutuhkan oleh orang
lain.jenis dukungan social ini memungkinkan lansia untuk memperoleh perasaan
bahwa orang lain tergantung padanya untuk memperoleh kesejahteraan. Menurut
Weiss (cotuba dkk. 1994) sumber dukungan sosial ini adalah keturunan (anak
anak) dan pasangan hidup. Itulah sebabnya sangat banyak lansia yang merasa
sedih dan kurang bahagia jika berada jauh dari cucu-cucu ataupun anak-anaknya.
D. HAKIKAT MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU
Individu
berasal dari bahasa latin individuum yang berarti tak terbagi. Kata individu
merupakan sebutan yang dipakai untuk menyatakan satu kesatuan yang paling kecil
dan terbatas. Kata individu bukan berarti manusia secara keseluruhan yang tidak
bisa dibagi, melainkan sebagai kesatuan terbatas, yaitu perseorangan manusia,
demikian pendapat Dr. A. Lysen[2].
Manusia
lahir sebagai makhluk individual yang bermakna tidak terbagi atau tidak
terpisahkan antara jiwa dan raga. Secara biologis, manusia lahir dengan kelengkapan
fisik, tidaki berbeda dengan makhluk hewani. Namun, secara rohani ia sangat
berbeda dengan makhluk hewani apa pun. Jiwa manusia merupakan satu kesatuan
dengan raganya untuk selanjutnya melakukan aktivitas atau kegiatan. Kegiatan
manusia tidak semata-mata digerakkan oleh jasmaninya, tetapi juga aspek
rohaninya. Manusia mengerahkan seluruh jiwa raganya untuk berkegiatan dalam
hidupnya.
Dalam
perkembangannya, manusia sebagai makhluk individu tidak hanya bermakna kesatuan
jiwa dan raga, tetapu akan menjadi pribadi yang khas dengan corak
kepribadiannya, termasuk kemampuan kecakapannya. Dengan demikian, manusia
sebagai individu merupakan pribadi yang terpisah, berbeda dengan pribadi lain.
Manusia sebagai makhluk individu adalah manusia sebagai perseorangan yang
memiliki memiliki sifat sendiri-sendiri. Manusia sebagai individu adalah
bersifat nyata, berbeda dengan manusia lain dan sebagai pribadi dengan cirri
khas tertentu yang berupaya merealisasikan potensi dirinya.
Setiap
manusia memiliki perbedaan. Hal ini dikarenakan manusia memiliki karakteristik
sendiri. Ia memiliki sifat, watak, keinginan, kebutuhan, dan cita-cita yang
berbeda satu sama lainnya. Setiap manusia diciptakan oleh Tuhan dengan cirri
dan karakter yang unik yang satu sama lain berbeda. Oleh karena itu, manusia
sebagai makhluk individu adalah unik. Setiap orang berbeda, bahkan orang yang
dikatakan kembar pun pasti memiliki perbedaan. Jadi meskipun banyak persamaan
hakiki antarindividu, tetap tidak ada dua individu yang sama.
Pertumnbuhan
dan perkembangan individu menjadi pribadi yang khas tidak terjadi dalam waktu
sekejap, melainkan terentang sebagai kesinambungan perkembangan sejak masa
janin, bayi, anak, remaja, dewasa, sampai tus. Istilah pertumbuhan tertuju pada
segi mental psikologis individu[3].
Pertumbuhan dan perkembangan
individu dipengaruhi beberapa faktor. Mengenai hal tersebut ada tiga pandangan
yaitu
a.
Pandangan nativistik
menyatakan bahwa pertumbuhan individu semata-mata ditentukan atas dasar faktor
dari dalam individu sendiri, seperti bakat dan potensi, termasuk pula hubungan
atau kemiripan dengan orang tuanya. Missal, jika ayahnnya seniman maka sang
anak akan menjadi seniman pula.
b.
Pandangan empiristik
menyatakan bahwa pertumbuhan individu semata-mata didasarkan atas faktor
lingkungan. Lingkunganlah yang akan menentukan pertumbuhan seseorang. Pandangan
ini bertolak belakang dengan pandangan nativistik.
c.
Pandangan konvergensi yang
menyatakan bahwa pertumbuhan individu dipengaruhi oleh faktor diri individu dan
lingkungan. Bakat anak merupakan potensi yang harus disesuaikan dengan
diciptakannya lingkungan yang baik sehingga ia bisa tumbuh secara optimal.
Pandangan ini berupaya menggabungkan kedua pandangan sebelmnya[4].
Pada dasarnya, kegiatan atau
aktivitas seseorang ditujukan untuk memnuhi kepentingan diri dan kebutuhan
diri. Sebagai makhluk dengan kesatuan jiwa dan raga, maka aktivitas individu
adalah untuk memnuhi kebutuhan baik kebutuhan jiwa, rohani, atau psikologis,
serta kebutuhan jasmani atau biologis. Pemenuhan kebutuhan tersebut adalah
dalam rangka menjalani kehidupannya.
Pandangan yang mengembangkan
pemikiran bahwa manusia pada dasarnya adalah individu yang bebas dan merdeka
adalah paham individualisme. Paham individualisme menekankan pada kekhususan,
martabat, hak, dan kebebasan orang per orang. Manusia sebagai individu yang
bebas dan merdeka tidak terikat apapun dengan masyarakat ataupun Negara.
Manusia bisa berkembang dan sejahtera hidupnya serta berlanjut apabila dapat
bekerja secara bebas dan berbuat apa saja untuk memperbaiki dirinya sendiri[5].
E. DINAMIKA
INTERAKSI SOSIAL:
AKULTURASI, ASIMILASI, DAN INOVASI
1.
Akulturasi
Budaya
Adalah
proses sosial yang timbul apabila suatu kelompok manusia dengan suatu
kebudayaan tertentu sedemikian rupa dipengaruhi oleh unsur-unsur suatu kebudayaan
lain sehingga unsur-unsur lain itu diterima dan disesuaikan dengan unsur-unsur
kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya identitas kebudayaan asli.
Contoh yang muncul adalah ketika pihak pribumi mulai menerima penggunaan gaya
hidup, sepeti bahasa, mode pakaian, dan sopan santun ala barat.[6]
Kajian
akulturasi meliputi lima hal pokok, demikian yang dikemukakan koentjaraningrat
(1997) :
1. Masalah
mengenai metode untuk mengobservasi, mencatat, dan melukiskan suatu proses
akulturasi dalam suatu masyarakat.
2. Masalah
mengenai unsur-unsur kebudayaan yang mudah diterima dan yang sukar diterima
oleh masyarakat penerima.
3. Masalah
unsur kebudayaan mana saja yang mudah diganti dan diubah dan unsur kebudayaan
mana saja yang tidak mudah diganti dan diubah oleh unsur-unsur kebudayaan
asing.
4. Masalah
mengenai individu-individu apa yang mudah dan cepat menerima, dan
individu-individu apa yang sukar dan lambat menerima unsur-unsur kebudayaan
asing.
5. Masalah
mengenai ketegangan-ketegangan dan krisis sosial yang timbul akibat adanya
akulturasi.
Dampak
akulturasi terhadap masyarakat meniscayakan seorang peneliti perlu memerhatikan
beberapa hal berikut:
1. Keadaan
masyarakat penerima sebelum proses akulturasi mulai berjalan.
2. Individu-individu
dari kebudayaan asing yang membawa unsur-unsur kebudayaan asing.
3. Saluran-saluran
yang dilalui oleh unsur-unsur kebudayaan asing untuk masuk ke dalam kebudayaan
penerima.
4. Bagian-bagian
dari masyarakat penerima yang terkena pengaruh unsur-unsur kebudayaan asing
tadi.
5. Reaksi
para individu yang terkena unsur-unsur kebudayaan asing.
2.
Asimilasi
Budaya
Proses asimilasi dapat terjadi jika
terjadi hal-hal sebagai berikut:
1. Kelompok-kelompok
manusia dengan latar belakang kebudayaaan yang berbeda-beda.
2.
Kelompok manusia
ini saling bergaul secara intensif dalam kurun waktu yang lama.
3. Pertemuan
budaya-budaya antar kelompok itu masing-masing berubah watak khasnya dan
unsur-nsur kebudayaan saling berubah sehingga memunculkan suatu wata kebudayaan
yang baru/campuran.
Faktor penghambat adanya proses asimilasi
budaya
1. Kurangnya
pengetahuan terhadap unsur kebudayaan yang dihadapi (dapat) bersumber dari
pendatang ataupun penduduk asli.
2. Sifat
takut terhadap kebudayaan yang dihadapi.
3. Perasaan
ego dan superioritas yang ada pada individu-individu dari suatu kebudayaan
terhadap kelompok lain.
Faktor yang memudahkan/penarik
terjadinya asimilasi budaya:
a. Faktor toleransi,
kelakuan saling menerima dan memberi dalam struktur himpunan masyarakat.
b. Faktor
kemanfaatan timbal balik, memberi manfaat kepada dua belah
pihak.
c. Faktor simpati, pemahaman saling menghargai dan memperlakukan
pihak lain secara baik.
d. Faktor
perkawinan.
3. Inovasi
(Pembaruan) Campuran, Bermanfaat Bagi Proses Asimilasi
Proses
pembaruan (inovasi) dapat digolongkan dalam bentuk:
a.
Discovery,
atau penemuan unsur-unsur kebudayaan yang baru berupa gagasan individu atau
kelompok.
b.
Innvention,
atau tindak lanjut inovasi berupa pengakuan, peneriamaan, dan penerapan proses discovery oleh masyarakat.
Pemanfaatan
hasil inovasi bergantung:
a.
Persepsi
masyarakat pendukung dalam kelompok, sebuah penemuan perlu mendapat dukungan
kelompok guna pengakuan sebagai kebuthan dasar, jika tidak pastilah sangat
tidak memberikan hasil yang maksimal.
b.
Mutu serta
ketahanan SDM, dalam setiap keanggotaan kelompok pasti terdapat individu yang
selalu merasa tidak puas dan merasa kekurangan sehingga secara sadar individu
ini melaksanakan aktivitas pengkajian,
penelitian terhadap situasi yang terjadi.
c.
Sistem
peransang, penghargaan dan pengakuan, dapat berupa pengakuan ilmiah, pemberian
gelar, rangsangan materi, dan fasilitas lain.
d.
Harus memberikan
kemanfaatan bagi masa depan. Proses inovasi menimbulkan suatu perubahan
(evolusi).
BAB
III
KESIMPULAN
Setiap
manusia memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri, tidak ada manusia yang
persis sama. Dari sekian banyak manusia, ternyata masing-masing memiliki
keunikan tersendiri. Seorang individu adalah perpaduan antara faktor fenotip
dan genotip. Faktor genotip adalah faktor yang dibawa individu sejak lahir, ia
merupakan faktor keturunan, dibawa individu sejak lahir. Kalau seseorang
individu memiliki ciri fisik atau karakter sifat yang dibawa sejak lahir, ia
juga memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang dipengaruhi oleh faktor
lingkungan (faktor fenotip). Faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam
pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang. Istilah lingkungan merujuk
pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Ligkungan fisik seperti kondisi
alam sekitarnya. Lingkungan sosial, merujuk pada lingkungan di mana seorang
individu melakukan interaksi sosial. Kita melakukan interaksi sosial dengan
anggota keluarga, dengan teman, dan kelompok sosial yang lebih besar.
Karakteristik yang khas dari seeorang dapat kita sebut dengan kepribadian. Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor bawaan genotip) dan faktor lingkungan (fenotip) yang saling berinteraksi terus-menerus.
Karakteristik yang khas dari seeorang dapat kita sebut dengan kepribadian. Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor bawaan genotip) dan faktor lingkungan (fenotip) yang saling berinteraksi terus-menerus.
Sebagai
makhluk individu, manusia memiliki harkat dan martabat yang mulia. Setiap manusia dilahirkan sama dengan harkat
dan martabat yang sama pula dengan manusia yang lainnya, tidak ada yang
membedakan. Manusia sebagai
makhluk individu berupaya merealisasikan segenap potensi dirinya, baik potensi
jasmani maupun rohani. Sebagai makhluk individu, manusia berusaha memenuhi
kepentingan atau mengejar kebahagiaan sendiri.
Individualisme
perpangkal dari konsep bahwa manusia pada hakikatnya adalah makhluk individu
yang bebas. Paham ini memandang manusia sebagai makhluk pribadi yang utuh dan
lengkap terlepas dari manusia yang lain. Namun, manusia tidak dapat
hidup sendirian tanpa bantuan orang lain. Kebutuhan fisik (sandang, pangan,
papan), kebutuhan sosial (pergaulan, pengakuan, sekolah, pekerjaan) dan
kebutuhan psikis termasuk rasa ingin tahu, rasa aman, persaan religiositas,
tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan orang lain. Apalagi jika tersebut
mengalami masalah, baik ringan maupun berat. Pada seperti itu seseorang orang
akan mencari dukungan social dari orang-orang disekitarnya. Maka diperlukan dukungan sosial yang merupakan bantuan atau dukungan
yang diterima individu dari orang-orang tertentu dalam kehidupannya dan berada
dalam lingkungan sosial tertentu yang membuat si penerima merasa diperhatikan, dihargai, dan dicintai.
Manusia
lahir sebagai makhluk individual yang bermakna tidak terbagi atau tidak
terpisahkan antara jiwa dan raga. Secara biologis, manusia lahir dengan
kelengkapan fisik, tidak berbeda dengan makhluk hewani. Namun, secara rohani ia
sangat berbeda dengan makhluk hewani apa pun. Jiwa manusia merupakan satu
kesatuan dengan raganya untuk selanjutnya melakukan aktivitas atau kegiatan.
Kegiatan manusia tidak semata-mata digerakkan oleh jasmaninya, tetapi juga
aspek rohaninya. Manusia mengerahkan seluruh jiwa raganya untuk berkegiatan
dalam hidupnya.
Akulturasi budaya adalah proses sosial yang timbul apabila
suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu sedemikian rupa
dipengaruhi oleh unsur-unsur suatu kebudayaan lain sehingga unsur-unsur lain
itu diterima dan disesuaikan dengan unsur-unsur kebudayaan sendiri tanpa
menyebabkan hilangnya identitas kebudayaan asli.
[1] Elly M.
Setiadi dkk, Ilmu Sosial Budaya Dasar,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), h. 63
[3] Herimanto.winamo,ilmu social dan budaya dasar,(Jakarta:
PT. Bumi Aksara,2011),h.42_
[4] Herimanto.winamo,ilmu social dan budaya dasar,(Jakarta:
PT. Bumi Aksara,2011),h.42_
[5] Herimanto.winamo,ilmu social dan budaya dasar,(Jakarta:
PT. Bumi Aksara,2011),h.43_
[6] Prof.
Dr. Rusmin Tumanggor, Ilmu Sosial Budaya
Dasar, (Jakarta: Kencana Prenada Group,2010), h.46
Tidak ada komentar:
Posting Komentar