Gemericik air yang turun menghadirkan angan yang melukis senyummu. Kala itu.

Sabtu, 07 Maret 2015

Makalah Manusia Sebagai Makhluk Individu




MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU
Mata Kuliah : Ilmu Sosial dan Budaya Dasar
              

BAB I
PENDAHULUAN
I.                   Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai mahluk individu. Sebaiknya perlu dipahami arti kata individu itu sendiri. Kata “Individu” berasal dari kata latin, “individuum” artinya “yang tidak terbagi”. Jadi, merupakan suatu sebutan yang dapat. Dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas
Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia individu manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Jika unsur tersebut sudah tidak menyatu lagi maka seseorang tidak disebut sebagai individu.
Setiap manusia memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri, tidak ada manusia yang persis sama. Dari sekian banyak manusia, ternyata masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Seorang individu adalah perpaduan antara faktor fenotip dan genotip. Faktor genotip adalah faktor yang dibawa individu sejak lahir, ia merupakan faktor keturunan. Kalau seseorang individu memiliki ciri fisik atau karakter sifat yang dibawa sejak lahir, ia juga memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (faktor fenotip). Faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang. Istilah lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Ligkungan fisik seperti kondisi alam sekitarnya. Lingkungan sosial, merujuk pada lingkungan di mana seorang individu melakukan interaksi sosial. Kita melakukan interaksi sosial dengan anggota keluarga, dengan teman, dan kelompok sosial yang lebih besar.
Karakteristik yang khas dari seseorang dapat kita sebut dengan kepribadian. Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor bawaan (genotip)dan faktor lingkungan (fenotip) yang saling berinteraksi terus-menerus.
Menurut Nursid Sumaatmadja (2000), kepribadian adalah keseluruhan perilaku individu yang merupakan hasil interaksi antara potensi-potensi bio-psiko-fiskal (fisik dan psikis) yang terbawa sejak lahir dengan rangkaian situasi lingkungan, yang terungkap pada tindakan dan perbuatan serta reaksi mental psikologisnya, jika mendapat rangsangan dari lingkungan. Dia menyimpulkan bahwa faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang. Setiap individu memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaan (heredity) dan karakteristik yang diperoleh dari pengaruh lingkungan. Karakteristik bawaan merupakan karakteristik keturunan yang dimiliki sejak lahir, baik yang menyangkut faktor biologis maupun faktor sosial psikologis. Natur dan nature merupakan istilah yang biasa digunakan untuk menjelaskan karakteristik-karakteristik individu dalam hal fisik, mental, dan emosional pada setiap tingkat perkembangan. Seorang bayi yang baru lahir merupakan hasil dari dua garis keluarga, yaitu garis keturunan ayah dan garis keturunan ibu. Sejak terjadinya pembuahan atau konsepsi kehidupan yang baru, maka secara berkesinambungan dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor lingkungan yang merangsang.

2.      Rumusan Masalah
·         Apa yang dimaksud dengan habitat manusia sebagai makhluk individu
·         Bagaimana peranan manusia sebagia makhluk individu
·         Dilema antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat
·         Bagaimana hakikat manusia sebagai makhluk individu
·         Apa yang dimaksud dengan dinamika interaksi sosial

3.      Tujuan
·         Mengetahui definisi makhluk individu secara khusus
·         Mengetahui peranan manusia sebagai makhluk individu
·          Memahami hakikat manusia sebagai makhluk individu

BAB II
PEMBAHASAN
A.    HABITAT MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU
Manusia sebagai makhluk individu artinya tiap manusia berhak atas milik pribadinya sendiri dan bisa disesuaikan dengan lingkungan sekitar. Manusia individu adalah subyek yang mengalami kondisi manusia. Ini diikatkan dengan lingkungannya melalui indera mereka dan dengan masyarakat melalui kepribadian mereka, jenis kelamin mereka serta status sosial. Selama kehidupannya, ia berhasil melalui tahap bayi, kanak-kanak, remaja, kematangan dan usia lanjut. Deklarasi universal untuk hak asasi diadakan untuk melindungi hak masing-masing individu. Manusia juga sebagai mahkluk individu memiliki pemikiran-pemikiran tentang apa yang menurutnya baik dan sesuai dengan tindakan-tindakan yang akan diambil.
1.    Manusia Sebagai Makhluk Individu
Individu berasal dari kata in dan devided. Dalam Bahasa Inggris in salah satunya mengandung pengertian tidak, sedangkan devided artinya terbagi. Jadi individu artinya tidak terbagi, atau satu kesatuan. Dalam bahasa latin individu berasal dari kata individiuum yang berarti yang tak terbagi, jadi merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan tak terbatas.
Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia individu manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Jika unsur tersebut sudah tidak menyatu lagi maka seseorang tidak disebut sebagai individu. Dalam diri individu ada unsur jasmani dan rohaninya, atau ada unsur fisik dan psikisnya, atau ada unsur raga dan jiwanya.
Bila seseorang hanya tinggal raga, fisik, atau jasmaninya saja, maka dia tidak dikatakan sebagai individu. Manusia sebagai makhluk individu mengandung arti bahwa unsur yang ada dalam diri individu tidak terbagi, merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Jadi, sebutan individu hanya tepat bagi manusia yang memiliki keutuhan jasmani dan rohaninya, keutuhan fisik dan psikisnya, serta keutuhan raga dan jiwanya.[1]
Individu adalah manusia yang memiliki kesatuan yang terbatas, yaitu sebagai manusia “perseorangan” atau “orang seorang” yang memiliki keuinikan atau ciri khas tersendiri, tidak ada manusia yang persis sama. Dari sekian banya k manusia, ternyata masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Sekalipun orang itu terlahir secara kembar, mereka tidak ada yang memiliki ciri fisik dan psikis yang persis sama. Setiap anggota fisik mausia tidak ada yang persis sama meskipun sama-sama terlahir sebagai manusia kembar.
Walaupun secara umum manusia itu memiliki perangkat fisik yang sama, tetapi kalau perhatian kita tujukan pada hal yang lebih detail, maka akan terdapat perbedaan-perbedaan. Perbedaan itu terletak pada bentuk, ukuran, sifat, dan lain-lain. Kita dapat membedakan seseorang dari orang lainnya berdasarkan perbedaan-perbedaan yang ada, baik pada perbedaan fisik maupun psikis. Contohnya: Si Waru berbeda dengan si Dadap, karena diantaranya ada perbedaan fisik yang gampang dikenali. Begitu pula dalam kumpulan atau kerumuna ribuan atau jutaan manusia, kita tetap dapat mengenali seseorang yang sudah kita kenal. Seperti di tengah-tengah pasar yang penuh orang atau di lapangan dimana berkumpul ribuan orang, kita akan dapat mengenali orang yang sudah kita kenal. Sebaliknya, bila hal terjadi pada kumpulan atau kerumunan hewan atau binatang, sulit bagi kita untuk mengenali satu hewan di tengah ribuan hewan yang sejenis.
Ciri seorang individutidak hanya mudah dikenali lewat ciri fisik atau biologisnya. Sifat, karakter, perangai, atau gaya dan selera orang juga berbeda-beda. Lewat ciri-ciri fisik seseorang pertama kali mudah dikenali. Ada orang yang gemuk, kurus, atau langsing, ada yang kulitnya cokelat, hitam, atau putih, ada yang rambutnya lurus dan ikal. Dilihat dari sifat, perangai, atau karakternya, ada orang yang periang, sabar, cerewet, atau lainnya.
 Setiap manusia memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri, tidak ada manusia yang persis sama. Dari sekian banyak manusia, ternyata masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Seorang individu adalah perpaduan antara faktor fenotip dan genotip. Faktor genotip adalah faktor yang dibawa individu sejak lahir, ia merupakan faktor keturunan, dibawa individu sejak lahir. Kalau seseorang individu memiliki ciri fisik atau karakter sifat yang dibawa sejak lahir, ia juga memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (faktor fenotip). Faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang. Istilah lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Ligkungan fisik seperti kondisi alam sekitarnya. Lingkungan sosial, merujuk pada lingkungan di mana seorang individu melakukan interaksi sosial. Kita melakukan interaksi sosial dengan anggota keluarga, dengan teman, dan kelompok sosial yang lebih besar.
Karakteristik yang khas dari seeorang dapat kita sebut dengan kepribadian. Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor bawaan genotip) dan faktor lingkungan (fenotip) yang saling berinteraksi terus-menerus.
Menurut Nursid Sumaatmadja (2000), kepribadian adalah keseluruhan perilaku individu yang merupakan hasil interaksi antarapotensi-potensi bio-psiko-fiskal (fisik dan psikis) yang terbawa sejak lahir dengan rangkaian situasi lingkungan, yang terungkap pada tindakan dan perbuatan serta reaksi mental psikologisnya, jika mendapat rangsangan dari lingkungan. Dia menyimpulkan bahwa faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang.
B.  PERANAN MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK  INDIVIDU
Sebagai makhluk individu, manusia memiliki harkat dan martabat yang mulia.  Setiap manusia dilahirkan sama dengan harkat dan martabat yang sama pula dengan manusia yang lainnya, tidak ada yang membedakan. Manusia sebagai makhluk individu berupaya merealisasikan segenap potensi dirinya karena ingin menunjukkan siapa yang terbaik, baik itu menunjukkan potensi jasmani maupun potensi rohani.
Manusia sebagai pribadi adalah berhakikat sosial, artinya manusia akan senantiasa dan selalu berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain, manusia tidak mungkin hidup sendiri tanpa bantuan orang lain dan interaksi sosial membentuk kehidupan berkelompok pada manusia.
Dalam dimensi individu, muncul hak-hak dasar manusia. Kewajiban dasar manusia adalah menghargai hak dasar orang lain serta menaati norma-norma yang berlaku dimasyarakatnya.
Sebagai makhluk individu ataupun makhluk sosial hendaknya menusia memiliki kepribadian. Yang dimaksud dengan kepribadian adalah susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang dibangun oleh perasaan, pengetahuan, dan dorongan.
Menurut Mubarok, masing-masing individu tampanya biasa melakukan kontak hubungan transaksional, jika mersa beruntung hubungan akan berjalan mulus, demikian jika merasa dirugikan akan mengarah perpecahan. 

C.  DILEMA ANTARA KEPENTINGAN INDIVIDU DAN KEPENTINGAN   MASYARAKAT
Individualisme perpangkal dari konsep bahwa manusia pada hakikatnya adalah makhluk individu yang bebas. Paham ini memandang manusia sebagai makhluk pribadi yang utuh dan lengkap terlepas dari manusia yang lain. Pandangan individualisme berpendapat bahwa kepentingan individual-lah yang harus diutamakan. Yang menjadi sentral individualisme adalah kebebasan seorang individu untuk merealisasikan dirinya.
Manusia tidak dapat hidup sendirian tanpa bantuan orang lain. Kebutuhan fisik (sandang, pangan, papan), kebutuhan sosial (pergaulan, pengakuan, sekolah, pekerjaan) dan kebutuhan psikis termasuk rasa ingin tahu, rasa aman, persaan religiositas, tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan orang lain. Apalagi jika tersebut mengalami masalah, baik ringan maupun berat. Pada seperti itu seseorang orang akan mencari dukungan social dari orang-orang disekitarnya, sehingga dirinya merasa dihargai,diperhatikan, dan dicintai. Contoh nyata yang paling sering kita lihat dan alami adalah bila ada seseorang yang sakit dan terpaksa dirawat di rumah sakit, maka sanak saudara ataupun teman-teman biasanya datang berkunjung. Dengan kunjungan tersebut, maka orang yang sakit tentu merasa mendapat dukungan sosial.
Dukungan sosial (social support) didefinisikan oleh Gottlieb (1983) sebagai informasi verbal atau nonverbal,saran,bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subyek didalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penenerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan sosial,secara emosional merasa lega karena diperhatikan,mendapat saran,atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Pendapat senada di kemukakan juga oleh Sarason (1983) yang mengatakan bahwa dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai, dan menyayangi kita. Pandangan yang sama juga dikemukakan oleh Coob yang mendefinisikan dukungan social sebagai adanya kenyamanan, perhatian, penghargaan atau menolong orang dengan sikap menerima kondisinya, dukungan sosial tersebut diperoleh oleh individu maupun kelompok. Sarason (1983), berpendapat, dukungan sosial itu selalu mencakup dua hal :
1.      Jumlah sumber dukungan,sosial yang tersedia merupakan persepsi individu terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan saat individu membutuhkan bantuan (pendekatan berdasarkan kuantitas)
2.      Tingkatan kepuasanakan dukungan sosial yang diterima; berkaitan dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi (pendakatan berdasarkan kualitas).
Hal tersebut penting dipahami oleh individu yang ingin memberikan dukungan sosial, karena menyangkut persepsi tentang keberadaan (availability) dan ketetapan (adequacy) dukungan sosial bagi seseorang. Dukungan sosial bukan sekadar memberikan bantuan, tetapi yang penting adalah bagaimana persepsi si penerima terhadap makna dari bantuan itu. Hal itu erat hubungannya dengan ketepatan dukungan sosial yang diberikan, dalam arti bahwa orang yang menerima sangat mersakan manfaat bantuan bagi dirinya, karena sesuatu yang actual dan memberikan kepuasan.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial merupakan bantuan atau dukungan yang diterima individu dari orang-orang tertentu dalam kehidupannya dan berada dalam lingkungan sosial tertentu yang membuat si penerima merasa diperhatikan,dihargai, dan dicintai. Orang yang menerima dukungan \sosial memahami dukungan sosial yang dibrikan oleh orang lain.
Sumber-sumber dukungan sosial banyak diperoleh individu dari lingkungan sekitarnya. Namun perlu diketahui seberapa banyak sumber dukungan sosial ini efektif bagi individu yang memerlukan. Sumber dukungan sosial merupakan aspek paling penting untuk diketahui dan dipahami. Dengan pengetahuan dan pemahaman tersebut, seseorang akan tahu kepada siapa ia akan mendapat dukungan sosial sesuai dengan situasi dan keinginan yang spesifik, sehingga dukungan sosial memiliki makna yang berarti bagi kedua belah pihak.
Menurut Rook dan Dooley (1985), ada dua sumber dukungan social yaitu sumber artificial dan natural. Dukunagn social yang natural diterima seseorang melalui interaksi social dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya, misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami, dan kerabat), teman dekat atau relasi. Dukungan sosisal ini bersifat nonformal. Sementara itu, yang dimaksud dengan dukungan sosial artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial.
Sumber dukungan sosial yang bersifat natural berbeda dengan sumber dukungan social yang bersifat artificial dalam sejumlah hal. Perbedaan tersebut terletak dalam hal sebagai berikut:
a.       Keberadaan sumber dukungan social natural bersifat apa adanya tanpa dibuat-buat sehingga lebih mudah diperoleh dn bersifat spontan.
b.      Sumber dukungan sosial yang natural memiliki kesesuaian dengan norma yang berlaku tentang kapan sesuatu yang harus diberikan.
c.       Sumber dukungan sosial yang natural berakar dari hubungan yang telah berakar lama.
d.      Sumber dukungan sosial yang natural memiliki keraganman dalam penyampaian dukungan sosial, mulai dari pemberian barang-barangnyata hingga sekadar menemui seseorang dengan menyampaikan salam.
e.       Sumber dukungan sosial yang natural terbebas dari beban dan label psikologis.
Para ahli berpendapat bahwa dukungan sosial dapat dibagi ke dalam berbagai komponen yang berbeda-beda. Misalnya Weiss (Cutrona dkk. 1994: 371), mengemukakan adanya enam komponen dukungan sosial yang disebut sebagai “The Social Provision Scale”, dimana masing-masing komponen dapat berdiri sendiri-sendiri, namun satu sama lain saling berhubungan. Adapun komponen-komponen tersebut adalah:
1.      Kerekatan emosiaonal (emotional attachment)
Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan seseorang memperoleh kerekatan (kedekatan) emosional sehingga menimbulkan rasa aman bagi yang menerima. Orang yang menerima dukungan sosial semacam ini merasa tenteram, aman, dan damai yang ditunjukkan dengan sikap tenang dan bahagia. Sumber dukungan social semacam ini yang paling sering dan umu adalah yang diperoleh dari pasangan hidup, atau anggota keluarga/ teman dekat/ sanak keluarga yang akrab dan memiliki hubungan harmonis. Bagi lansia adanya orang adanya orang kedua yang cocok, terutama yang tidak memiliki pasangan hidup, menjadi sangat penting untuk dapat member dukungan sosial atau dukungan moral (moral support).
2.      Integrasi sosial (social integration)
Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan lansia untuk memperoleh persaaan memiliki suatu kelompok yang memunginkannya untuk membagi minat, perhatian, serta melakukan kegiatan yang sifatnya rekreatif secara bersama-sama. Sumber dukungan semacam ini memungkinkan lansia mendapat rasa amannyaman serta merasa memiliki dan dimiliki dalam kelompok. Adanya kepedulian masyarakat untuk berorganisasi lansia dan melakukan kegiatan bersama tanpa ada pamrih akan ada banyak  memberikan dukungan sosial. Mereka merasa bahagia, ceria, dan dapat mencurahkan segala ganjalan yang ada pada dirinya untuk bercerita, atau mendengar ceramah ringan yang sesuai dengan kebutuhan lansia. Hal itu merupakan dukungan social yang sangat bermanfaat bagi lansia.
3.      Adanya pengakuan (reanssurance of worth)
Pada dukungan sosial jenis ini lansia mendapat pengakuan atas kemampuan dan keahliannya serta mendapat penghargaan dari orang lain atau lembaga. Sumber dukungan social semacam ini dapat berasal dari keluarga atau lembaga/instansi atau perusahaan/organisasi dimana sang lansia pernah bekerja. Karena jasa, kemampuan dan keahliannya maka ia tetap mendapat perhatian dan santunan dalam berbagai bentuk penghargaan. Uang pensiun mungkin dapat dianggap sebagai salah satu bentuk dukungan social juga, bila seseorang menerimanya dengan rasa bersyukur. Bentuk lain dukungan sosial berupa pengakuan adalah mengundang para lansia pada setiap event/ hari besar untuk berpartisipasi dalam perayaan tersebut bersama-sama dengan para pegawai yang masih berusia produktif. Contoh: setiap hari besar TNI, maka para mantan pejabat yang telah pensiun/memasuki masa lansia biasa diundang hadir dalam upacara ataupun resepsi yang diadakan oleh instansi tersebut.
4.      Ketergantungan yang dapat diandalkan (reliable reliance)
Dalam dukungan sosial jenis ini, lansia mendapat dukungan sosial berupa jaminan bahwa ada orang yang dapat diandalkan bantuannya ketika lansia membutuhkan bantuan tersebut. Dukungan social jenis ini pada umunya berasal dari keluarga, sehingga para lansia mendapat pelayanan yang memuaskan.
5.      Bimbingan (guidance)
Dukungan social jenis ini adalah berupa adanya hubungan kerja ataupun hubungan sosial yang memungkinkan lansia mendapat informasi, saran, atau nasihat yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan dan mengatasi permasalahan yang diatasi. Dukungan sosial jenis ini bersumber dari guru, alim ulama, pamong dalam masyarakat, figur yang dituakan, dan juga orang tua.
6.      Kesempatan untuk mengasuh (opportunity for nurturance)
Suatu aspek penting dalam hubungan interpersonal akan perasaan dibutuhkan oleh orang lain.jenis dukungan social ini memungkinkan lansia untuk memperoleh perasaan bahwa orang lain tergantung padanya untuk memperoleh kesejahteraan. Menurut Weiss (cotuba dkk. 1994) sumber dukungan sosial ini adalah keturunan (anak anak) dan pasangan hidup. Itulah sebabnya sangat banyak lansia yang merasa sedih dan kurang bahagia jika berada jauh dari cucu-cucu ataupun anak-anaknya.

D. HAKIKAT MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU
Individu berasal dari bahasa latin individuum yang berarti tak terbagi. Kata individu merupakan sebutan yang dipakai untuk menyatakan satu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Kata individu bukan berarti manusia secara keseluruhan yang tidak bisa dibagi, melainkan sebagai kesatuan terbatas, yaitu perseorangan manusia, demikian pendapat Dr. A. Lysen[2].
Manusia lahir sebagai makhluk individual yang bermakna tidak terbagi atau tidak terpisahkan antara jiwa dan raga. Secara biologis, manusia lahir dengan kelengkapan fisik, tidaki berbeda dengan makhluk hewani. Namun, secara rohani ia sangat berbeda dengan makhluk hewani apa pun. Jiwa manusia merupakan satu kesatuan dengan raganya untuk selanjutnya melakukan aktivitas atau kegiatan. Kegiatan manusia tidak semata-mata digerakkan oleh jasmaninya, tetapi juga aspek rohaninya. Manusia mengerahkan seluruh jiwa raganya untuk berkegiatan dalam hidupnya.
Dalam perkembangannya, manusia sebagai makhluk individu tidak hanya bermakna kesatuan jiwa dan raga, tetapu akan menjadi pribadi yang khas dengan corak kepribadiannya, termasuk kemampuan kecakapannya. Dengan demikian, manusia sebagai individu merupakan pribadi yang terpisah, berbeda dengan pribadi lain. Manusia sebagai makhluk individu adalah manusia sebagai perseorangan yang memiliki memiliki sifat sendiri-sendiri. Manusia sebagai individu adalah bersifat nyata, berbeda dengan manusia lain dan sebagai pribadi dengan cirri khas tertentu yang berupaya merealisasikan potensi dirinya.
Setiap manusia memiliki perbedaan. Hal ini dikarenakan manusia memiliki karakteristik sendiri. Ia memiliki sifat, watak, keinginan, kebutuhan, dan cita-cita yang berbeda satu sama lainnya. Setiap manusia diciptakan oleh Tuhan dengan cirri dan karakter yang unik yang satu sama lain berbeda. Oleh karena itu, manusia sebagai makhluk individu adalah unik. Setiap orang berbeda, bahkan orang yang dikatakan kembar pun pasti memiliki perbedaan. Jadi meskipun banyak persamaan hakiki antarindividu, tetap tidak ada dua individu yang sama.
Pertumnbuhan dan perkembangan individu menjadi pribadi yang khas tidak terjadi dalam waktu sekejap, melainkan terentang sebagai kesinambungan perkembangan sejak masa janin, bayi, anak, remaja, dewasa, sampai tus. Istilah pertumbuhan tertuju pada segi mental psikologis individu[3].
Pertumbuhan dan perkembangan individu dipengaruhi beberapa faktor. Mengenai hal tersebut ada tiga pandangan yaitu
a.    Pandangan nativistik menyatakan bahwa pertumbuhan individu semata-mata ditentukan atas dasar faktor dari dalam individu sendiri, seperti bakat dan potensi, termasuk pula hubungan atau kemiripan dengan orang tuanya. Missal, jika ayahnnya seniman maka sang anak akan menjadi seniman pula.
b.    Pandangan empiristik menyatakan bahwa pertumbuhan individu semata-mata didasarkan atas faktor lingkungan. Lingkunganlah yang akan menentukan pertumbuhan seseorang. Pandangan ini bertolak belakang dengan pandangan nativistik.
c.    Pandangan konvergensi yang menyatakan bahwa pertumbuhan individu dipengaruhi oleh faktor diri individu dan lingkungan. Bakat anak merupakan potensi yang harus disesuaikan dengan diciptakannya lingkungan yang baik sehingga ia bisa tumbuh secara optimal. Pandangan ini berupaya menggabungkan kedua pandangan sebelmnya[4].
Pada dasarnya, kegiatan atau aktivitas seseorang ditujukan untuk memnuhi kepentingan diri dan kebutuhan diri. Sebagai makhluk dengan kesatuan jiwa dan raga, maka aktivitas individu adalah untuk memnuhi kebutuhan baik kebutuhan jiwa, rohani, atau psikologis, serta kebutuhan jasmani atau biologis. Pemenuhan kebutuhan tersebut adalah dalam rangka menjalani kehidupannya.
Pandangan yang mengembangkan pemikiran bahwa manusia pada dasarnya adalah individu yang bebas dan merdeka adalah paham individualisme. Paham individualisme menekankan pada kekhususan, martabat, hak, dan kebebasan orang per orang. Manusia sebagai individu yang bebas dan merdeka tidak terikat apapun dengan masyarakat ataupun Negara. Manusia bisa berkembang dan sejahtera hidupnya serta berlanjut apabila dapat bekerja secara bebas dan berbuat apa saja untuk memperbaiki dirinya sendiri[5].

E.         DINAMIKA INTERAKSI SOSIAL:
            AKULTURASI, ASIMILASI, DAN INOVASI
1.                  Akulturasi Budaya
Adalah proses sosial yang timbul apabila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu sedemikian rupa dipengaruhi oleh unsur-unsur suatu kebudayaan lain sehingga unsur-unsur lain itu diterima dan disesuaikan dengan unsur-unsur kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya identitas kebudayaan asli. Contoh yang muncul adalah ketika pihak pribumi mulai menerima penggunaan gaya hidup, sepeti bahasa, mode pakaian, dan sopan santun ala barat.[6]
Kajian akulturasi meliputi lima hal pokok, demikian yang dikemukakan koentjaraningrat (1997) :
1.    Masalah mengenai metode untuk mengobservasi, mencatat, dan melukiskan suatu proses akulturasi dalam suatu masyarakat.
2.    Masalah mengenai unsur-unsur kebudayaan yang mudah diterima dan yang sukar diterima oleh masyarakat penerima.
3.    Masalah unsur kebudayaan mana saja yang mudah diganti dan diubah dan unsur kebudayaan mana saja yang tidak mudah diganti dan diubah oleh unsur-unsur kebudayaan asing.
4.    Masalah mengenai individu-individu apa yang mudah dan cepat menerima, dan individu-individu apa yang sukar dan lambat menerima unsur-unsur kebudayaan asing.
5.    Masalah mengenai ketegangan-ketegangan dan krisis sosial yang timbul akibat adanya akulturasi.
Dampak akulturasi terhadap masyarakat meniscayakan seorang peneliti perlu memerhatikan beberapa hal berikut:
1.    Keadaan masyarakat penerima sebelum proses akulturasi mulai berjalan.
2.    Individu-individu dari kebudayaan asing yang membawa unsur-unsur kebudayaan asing.
3.    Saluran-saluran yang dilalui oleh unsur-unsur kebudayaan asing untuk masuk ke dalam kebudayaan penerima.
4.    Bagian-bagian dari masyarakat penerima yang terkena pengaruh unsur-unsur kebudayaan asing tadi.
5.    Reaksi para individu yang terkena unsur-unsur kebudayaan asing.


2.                  Asimilasi Budaya

Proses asimilasi dapat terjadi jika terjadi hal-hal sebagai berikut:

1.    Kelompok-kelompok manusia dengan latar belakang kebudayaaan yang berbeda-beda.
2.    Kelompok manusia ini saling bergaul secara intensif dalam kurun waktu yang lama.
3.    Pertemuan budaya-budaya antar kelompok itu masing-masing berubah watak khasnya dan unsur-nsur kebudayaan saling berubah sehingga memunculkan suatu wata kebudayaan yang baru/campuran.

Faktor penghambat adanya proses asimilasi budaya

1.    Kurangnya pengetahuan terhadap unsur kebudayaan yang dihadapi (dapat) bersumber dari pendatang ataupun penduduk asli.
2.    Sifat takut terhadap kebudayaan yang dihadapi.
3.    Perasaan ego dan superioritas yang ada pada individu-individu dari suatu kebudayaan terhadap kelompok lain.

Faktor yang memudahkan/penarik terjadinya asimilasi budaya:

a.    Faktor toleransi, kelakuan saling menerima dan memberi dalam struktur himpunan masyarakat.
b.    Faktor kemanfaatan timbal balik, memberi manfaat kepada dua belah pihak.
c.    Faktor simpati,  pemahaman saling menghargai dan memperlakukan pihak lain secara baik.
d.   Faktor perkawinan.
3.         Inovasi (Pembaruan) Campuran, Bermanfaat Bagi Proses Asimilasi
   Proses pembaruan (inovasi) dapat digolongkan dalam bentuk:
a.    Discovery, atau penemuan unsur-unsur kebudayaan yang baru berupa gagasan individu atau kelompok.
b.    Innvention, atau tindak lanjut inovasi berupa pengakuan, peneriamaan, dan penerapan proses discovery oleh masyarakat.

Pemanfaatan hasil inovasi bergantung:

a.    Persepsi masyarakat pendukung dalam kelompok, sebuah penemuan perlu mendapat dukungan kelompok guna pengakuan sebagai kebuthan dasar, jika tidak pastilah sangat tidak memberikan hasil yang maksimal.
b.    Mutu serta ketahanan SDM, dalam setiap keanggotaan kelompok pasti terdapat individu yang selalu merasa tidak puas dan merasa kekurangan sehingga secara sadar individu ini melaksanakan aktivitas  pengkajian, penelitian terhadap situasi yang terjadi.
c.    Sistem peransang, penghargaan dan pengakuan, dapat berupa pengakuan ilmiah, pemberian gelar, rangsangan materi, dan fasilitas lain.
d.   Harus memberikan kemanfaatan bagi masa depan. Proses inovasi menimbulkan suatu perubahan (evolusi).

 
BAB III
KESIMPULAN
Setiap manusia memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri, tidak ada manusia yang persis sama. Dari sekian banyak manusia, ternyata masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Seorang individu adalah perpaduan antara faktor fenotip dan genotip. Faktor genotip adalah faktor yang dibawa individu sejak lahir, ia merupakan faktor keturunan, dibawa individu sejak lahir. Kalau seseorang individu memiliki ciri fisik atau karakter sifat yang dibawa sejak lahir, ia juga memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (faktor fenotip). Faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang. Istilah lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Ligkungan fisik seperti kondisi alam sekitarnya. Lingkungan sosial, merujuk pada lingkungan di mana seorang individu melakukan interaksi sosial. Kita melakukan interaksi sosial dengan anggota keluarga, dengan teman, dan kelompok sosial yang lebih besar.
Karakteristik yang khas dari seeorang dapat kita sebut dengan kepribadian. Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor bawaan genotip) dan faktor lingkungan (fenotip) yang saling berinteraksi terus-menerus.
Sebagai makhluk individu, manusia memiliki harkat dan martabat yang mulia.  Setiap manusia dilahirkan sama dengan harkat dan martabat yang sama pula dengan manusia yang lainnya, tidak ada yang membedakan. Manusia sebagai makhluk individu berupaya merealisasikan segenap potensi dirinya, baik potensi jasmani maupun rohani. Sebagai makhluk individu, manusia berusaha memenuhi kepentingan atau mengejar kebahagiaan sendiri.
Individualisme perpangkal dari konsep bahwa manusia pada hakikatnya adalah makhluk individu yang bebas. Paham ini memandang manusia sebagai makhluk pribadi yang utuh dan lengkap terlepas dari manusia yang lain. Namun, manusia tidak dapat hidup sendirian tanpa bantuan orang lain. Kebutuhan fisik (sandang, pangan, papan), kebutuhan sosial (pergaulan, pengakuan, sekolah, pekerjaan) dan kebutuhan psikis termasuk rasa ingin tahu, rasa aman, persaan religiositas, tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan orang lain. Apalagi jika tersebut mengalami masalah, baik ringan maupun berat. Pada seperti itu seseorang orang akan mencari dukungan social dari orang-orang disekitarnya. Maka diperlukan dukungan sosial yang merupakan bantuan atau dukungan yang diterima individu dari orang-orang tertentu dalam kehidupannya dan berada dalam lingkungan sosial tertentu yang membuat si penerima merasa diperhatikan, dihargai, dan dicintai.
Manusia lahir sebagai makhluk individual yang bermakna tidak terbagi atau tidak terpisahkan antara jiwa dan raga. Secara biologis, manusia lahir dengan kelengkapan fisik, tidak berbeda dengan makhluk hewani. Namun, secara rohani ia sangat berbeda dengan makhluk hewani apa pun. Jiwa manusia merupakan satu kesatuan dengan raganya untuk selanjutnya melakukan aktivitas atau kegiatan. Kegiatan manusia tidak semata-mata digerakkan oleh jasmaninya, tetapi juga aspek rohaninya. Manusia mengerahkan seluruh jiwa raganya untuk berkegiatan dalam hidupnya.
Akulturasi budaya adalah proses sosial yang timbul apabila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu sedemikian rupa dipengaruhi oleh unsur-unsur suatu kebudayaan lain sehingga unsur-unsur lain itu diterima dan disesuaikan dengan unsur-unsur kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya identitas kebudayaan asli.




[1] Elly M. Setiadi dkk, Ilmu Sosial Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), h. 63
[2] Herimanto.winamo,ilmu social dan budaya dasar,(Jakarta: PT. Bumi Aksara,2011),h.41_
[3] Herimanto.winamo,ilmu social dan budaya dasar,(Jakarta: PT. Bumi Aksara,2011),h.42_
[4] Herimanto.winamo,ilmu social dan budaya dasar,(Jakarta: PT. Bumi Aksara,2011),h.42_
[5] Herimanto.winamo,ilmu social dan budaya dasar,(Jakarta: PT. Bumi Aksara,2011),h.43_
[6] Prof. Dr. Rusmin Tumanggor, Ilmu Sosial Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana Prenada Group,2010), h.46

Tidak ada komentar:

Posting Komentar